Sunday, June 11, 2006

Kisah Kapten James Yee, Seorang Tentara Amerika

Sekitar jam 17.20 aku naik Kereta Api Pakuan Ekspres dari stasiun kereta api Bogor. Stasiun Gambir adalah tujuanku, karena disana aku akan melanjutkan perjalananku dengan Bus DAMRI menuju Bandar Lampung.

Alhamdulillah keretanya tidak penuh, aku bisa lebih nyantai. Kepalaku berat sekali rasanya, mataku mulai panas, aku ingin istirahat, tidur. Kecapean kali yah, dua hari aku di Bogor keliling kesana kemari, silaturahim dari satu pintu rumah ke pintu rumah lainnya, dari satu pintu kost ke pintu kostan lainnya. Aku rindu ingin ketemu dengan saudara-saudaraku, aku rindu ingin melihat wajah sejuk ustad-ustad itu, dan tausyah dari orang-orang sholeh itu.

Ku sandarkan kepalaku, kupejamkan mataku. Tapi..”ih sebel, cape tapi kenapa gak bisa tidur, mendingan baca aja deh”. Beruntung aku tadi membeli majalah tarbawi edisi terbaru. “Drama Kehilangan dan Kesadaran”, ini judul di kover depannya. Aku buka-buka, sambil kepalaku terus bersandar di kaca belakang.

Kubukan bagian Ufuqiyat, tertulis judulnya “Kapten James Yee : Tentara Amerika yang Membongkar Penghiantan Pemerintahnya”.

Diceritakan tentang seorang Ulama tentara amerika yang beragama islam yang kemudian ditugaskan untuk menjadi pembimbing Ruhani di penjara Guantanamo Kuba. Sampai pada suatu hari, dia ditangkap dengan tuduhan sangat serius, yaitu melakukan kegiatan mata-mata Kapten Yee ditangkap dan diinterogasi. Sejak saat itu konspirasi busuk menghancurkan karier militer dan reputasinya sebagai perwira militer yang cemerlang. Sungguh dramatis, hanya karena ia seorang muslim.

Ia menulis sebuah buku, tentang pengalamannya menyaksikan penyiksaan di Penjara Guantanamo Kuba. Sebuah buku yang sangat menyentuh rasa keadilan dan kemanusiaan, “For God and Country”. Di akhir kisahnya, James Yee memberikan penutup yang begitu bermakna :
“Aku adalah prajurit Amerika, seorang warga negara dan seorang patriot. Tapi dalam tatapan kecurigaan, aku adalah minoritas sesat yang tidak memiliki hubungan inklusif dengan pemerintahan nasional Amerika. Aku hanya seorang Muslim”

“Aku adalah seorang patriot, dan warga negara Amerika yang setia. Aku bukanlah teroris dan juga bukan seorang mata-mata”

Kupejamkan mataku, aku mulai berkaca-kaca, aku memang begitu tersenntuh, aku terharu, aku bangga akan perjuangan Kapten James Yee. Semoga Allah memberikan kesabaran dan kekuatan kepada beliau, menggantikan semuanha dengan yang lebih baik, tetap istiqamah di jalan yang telah diyakininya.

Lalu siapakah aku ?..apa yang telah aku lakukan untuk Umat ini ?.. untuk agama ini ?..Untuk jalan dakwah ini ?.. Aku masih terus terlena dengan kehidupan pribadiku, pada saat seharusnya aku lebih perduli akan nasib umat ini, umat yang sedang tertindas, lemah dan menderita. Sungguh aku sangat malu dengan diriku sendiri.

“Ya Rabb..Bila hari-hari hamba selama ini berisikan kesia-siaan, dosa dan maksiyat..berilah hamba kesempatan kini untuk untuk bisa menjadi yang terdepan dalam kebaikan dan dalam jalan dakwah menyeru pada-Mu”.

Ah…kupejamkan mataku. Kereta berhenti perlahan. Aku longokan pandanganku ke luar jendela, ternyata baru sampai di stasiun Depok Baru. Majalah tarbawi itu masih digenggaman tanganku, lalu kupejamkan kedua mataku yang terasa semakin panas. Pikiranku melayang kesana kemari, menembus ruang waktu dan dimensi, menelusuri setiap jejak langkah kehidupanku. Aku merasa semakin kerdil, kecil, lemah. “Ah.. Ya Rabb, berilah hamba kekuatan, tanpa kuasa dan belas kasihanmu, hamba hanya akan menjadi insan yang tiada guna.”

Kereta terus melaju, dari satu stasiun ke stasiun berikutnya. Sama dengan langkah hidupku yang terus berjalan dari satu fase kehidupan ke fase kehidupan lainnya. Terus maju kedepan, dan tak sedetik pun mundur kebelakang. Stasiun-stasiun kereta api yang telah lewat hilang tertelan ruang dan waktu. Sama seperti langkah hidupku, setiap waktu berjalan, semuanya hanya tinggal kenangan menjadi sebuah jejak yang dinamakan masa lalu. Entahlah apakah masa yang telah lewat berisikan kebaikan atau justru lebih banyak berisikan dosa dan maksiyat.

Ah….semoga pada stasiun-stasiun kehidupanku kedepan, aku meninggalkan tabungan pahala dan kebaikan, bukan tumpukan sampah dosa dan noktah maksiyat.

Semoga Allah masih memberikan kesempatan padaku untuk terus melangkah menuju stasiun-stasiun kehidupanku selanjutnya, sampai aku layak untuk disebut insan bertaqwa, insan yang dicintai-Nya, insan yang layak untuk menjadi kekasih-Nya. Amiin

***aku kala diatas gerbong Kereta Pakuan Ekspres. Bogor - Gambir***

1 comment:

Dhika said...

bukunya memang cukup menarik, saya lagi baca, baru habis separuh...:)