Monday, July 31, 2006

Antara AKU, CINTA dan KEPASRAHAN



Setiap insan, lahir ke muka bumi lengkap dengan garis tangan dan takdirnya masing-masing. Bahkan sesungguhnya, garis kehidupan itu sudah ada jauh sebelum jasad dan ruh kita dilahirkan ke dunia yang fana ini. Semuanya telah diatur, melingkupi seluruh pernik kehidupan kita, mulai dari yang terkecil, sampai yang terbesar. Kita hanya harus berusaha menapaki kehidupan kita, pada akhirnya.. takdir Sang Kuasa lah yang akan menentukan segalanya.


CARILAH CINTA
By. Raihan

Carilah cinta yang sejati
Yang ada hanyalah pada-Nya
Carilah cinta yang hakiki
Yang hanya padanya yang Esa

Carilah cinta yang abadi
Yang ada hanyalah pada-Nya
Carilah kasih yang kekal selamanya
Yang ada hanyalah pada Tuhan-MU

Didalam mencari cinta yang sejati
Banyaknya ranjau yang ditempuhi
Di dalam menapat cinta yang hakiki
Banyaknya onak yang di dilalui

Namun janji-Nya
Kepada hambanya
Tidak pernah dimungkiri
Dan tidak pernah melupakanmu

Yakinlah kepada Tuhanmu
Karena ialah cinta hakiki
Karena ialah cinta hakiki
Karena ialah cinta yang hakiki



MUNAJAT
By. Robbani

Tuhan….kubisikan, kerinduan, keinsyafan, pengharapan
Tuhan….kusembahkan, pengorbanan, membuktikan kecintaan

Bisikanku untuk-Mu,
Munajatku mohon restu
Semoga cintaku bukan palsu
Ada desiran penuh syahdu
Gelombang lautan rinduku

Munajat ku dalam syahdu
Merindui maghfirah-Mu
Mardiyah-Mu dalam restu
Harapan tulusnya hatiku

Kurindukan pimpinan-Mu
Keaguangan-Mu dalam doaku
Kebesaran pada kudrat-Mu
Ia membela ruhaniku

Ujian kepahitan, didalam kehidupan
Kabarnya ada kemanisan….
Kenangan dan kebahagiaan
Bayangan surga idaman

"BATMAN BEGINS"


Assalamualaikum….

teruntuk saudaraku...

Bagaimana kabar dirimu hari ini ?.., apapun kondisi fisikmu, semoga ruh dan hatimu senantiasa penuh dengan harumnya bunga-bunga di dalam taman hatimu. Langit di sini sedang mendung, ada kuasa sang awan hitam, menggelayut di angkasa biru. Entahlah, apa yang akan terjadi, hujan barangkali, tapi sungguh bagiku tidak terlalu penting apakah sebentar lagi sang bumi akan dibasahi tetes air hujan ataukah sang awan hitam akan segera menyingkir dari kuasa sang angkasa biru. Bagiku kini, hujan ataupun terang, sama-sama nikmat yang tak terkira indahnya, seindah pnciptaan ruhku, penciptaan jasadku dari tanah yang berwarna hitam.

Ijinkan hari ini aku mengetuk pintu hatimu, aku hanya ingin berbagi cerita denganmu. Walau engkau hanya bisa membisu, dan aku hanya bisa melihatmu tersenyum dalam bayang maya lamunanku. Aku ingin bercerita tentang sebuah Film berjudul “BATMAN BEGINS”, yang kemarin malam aku tonton. Kebetulan, ada teman kerjaku yang hobi buanget nonton film sekaligus koleksi VCD or DPD, dan dia baru saja membeli VCD original film “BATMAN BEGINS”. Akhirnya, aku justru yang nonton duluan daripada dia.

Thanks To My Friend, SoeHeri alias Dodi Revinaldo atas pinjaman VCD nya. Oh ia, kalau engkau membaca kembali tulisanku di awal Blog ku, aku pernah menuliskan nama dia. Dia memang orang pertama yang memperkenalkan aku dengan dunia Blog, sekaligus dialah yang telah membantuku membuatkan Blog, yang aku beri nama www.suara-nurani.blogspot.com Sekali lagi, Hatur Nuhun Pizan To SoeHeri, moga Tuhan senantiasa memberikan cahaya kedalam dadamu, semoga engkau juga segera menemukan Seorang Wanita yang engkau dambakan akan menjadi teman hidupmu. Sabar saja ya Brother, Allah pasti akan memberikan wanita yang terbaik untukmu, mempertemukanmu dengan seorang wanita yang akan menjadi Permaisurimu, Belahan Jiwamu, Ruh yang bersemayam dalam rongga dadamu. Terus berikhtiar dan Berdoa aja yah, sekalian doain aku juga!!!, soalnya nasib kita suama bro, he-he. Bagi yang ingin tahu siapa dan bagaimana profil temanku ini, bisa lihat di Blog dia www.Padasuatuketika.blogspot.com Yang jelas orangnya guanteng dan lucu, walau kayaknya sih, masih lebih guanteng dirikuh sedikit (he-he…walah narsis yah).

Bagiku, film terbaru si manusia kelelawar ini sangat bagus dan menyentuh sekali. Tidak semata ada bak-bik-buk pukulan dan tendangan, tidak juga semata ada dar-der-dor suara tembakan senjata api, atau tang-teng-tong suara benturan pedang panjang. Di film ini aku menangkap ada sejuta makna tentang kasih sayang seorang ayah dan ibu pada anak tercintanya, cinta dan pengabdian seorang anak pada orang tuanya, ketulusan dan kekuatan cinta, ketakutan sekaligus keberanian, kelemahan sekaligus heroisme dan semangat kepahlawanan, dendam dan memaafkan, kebencian sekaligus kebijaksanaan.

Film ini menceritakan si manusia kelelawar ketika masih kecil, kemudian ditinggal mati kedua orang tuanya yang dibunuh seorang penjahat, keprustasiannya menghadapi kehidupan dengan dendam membara sekaligus ketakutan yang menghimpit jiwa, awal kebangkitan ruh dan jiwanya dari keterpurukan, perang batin dan perjuangannya membela sebuah prinsip hidup yang dipegangnya, sampai perjuangan untuk menjadi seorang pemberani yang bisa mengalahkan dirinya sendiri sekaligus mengalahkan dan menghancurkan musuh-musuhnya yang akan menghancurkan hidupnya serta kota tercintanya, yang akan menghancurkan kemanusiaan dan cinta yang diagungkannya. Kemudian jadilah ia seorang laki-laki dewasa yang disebut “B A T M A N”.

Dengarkan dan resapi dialog antara Ayah Batman, Batman Kecil dan Albert (Pelayan Setianya) ketika batman kecil jatuh kedalam lobang sumur yang dipenuhi kelelawar :

Batman Kecil : “Aduh , Sakit ayah”.
Father : “Tidak apa-apa, kau akan baik-baik saja”.
Albert : “Jatuhnya tinggi sekali tuan ?, mengapa jatuhya bisa setinggi itu ?..”
Father : “Iya, jatuhnya memang sangat tinggi, dan itu tidak jadi masalah, karena ketika kita terjatuh, akan membuat kita bisa belajar untuk bangkit kembali”.

Resapi maknanya, rasakan aliran semangat dan kebijakan kehidupan tentang makna sebuah kejatuhan, “KETIKA TERJATUH, SESUNGGUHNYA HAL ITU MEMBERI KESEMPATAN AGAR KITA BISA BELAJAR UNTUK BANGKIT KEMBALI”.

Engkau mau tahu mengapa BATMAN menggunakan KELELAWAR sebagai simbol perjuangannya ?, padahal kelelawar adalah makhluk yang paling ditakutinya ?. Jawaban BATMAN adalah : “Makhluk ini adalah yang paling aku takuti dalam hidupku, kini saatnya aku menggunakan ketakutanku untuk mengalahkan diriku sendiri sekaligus untuk mengalahkan kejahatan yang ada disekitarku”. Iya, ketakutan kita pada sesuatu, apabila kita bisa menyikapinya dengan bijak, justru akan bisa menjadi sumber kekuatan kita yang paling besar.

Aku memang sangat suka dengan film-film yang menggambarkan sisi perjuangan, pengorbanan, kepahlawanan, heroisme, cinta, militansi dan perjuangan tokoh-tokohnya yang bahkan rela dirinya menderita bahkan walaupun harus sampai kehilangan nyawanya sendiri demi sebuah prinsip hidup yang diperjuangkannya, demi membela orang-orang yang dicintainya, demi negara yang mempercayainya, demi kehormatan dan kemuliaan diri dan prinsipnya. Film-Film seperti : The Last Samurai (Tom Kruis), Saving Private Rian (Tom Hank), Fearless (Jet Lee), The Myth (Jacky Chan), Batman Begins (Christian Bale), Ong-Bak (tentang petarung Thai Boxing), Thai Chi Master (Jet Lee), The Flying Dagger (Andy Lau). merupakan film-film yang sangat berkesan, sekaligus memberi inspirasi dalam menciptakan prinsip-prinsip kehidupanku. Oh iya, aku juga suka dengan serial TV yang di Indosiar itu lho, yang tokoh utamanya seorang juru masak bernama “JANG GEM”. Kalau judulnya lupa lagih. Kalau aku pulang kerja masih sore, aku pasti nongkrong di depan TV menyaksikan perjuangan si Jang Gem.

Disini, saat ini, hari tetaplah mendung, sang surya masih tetap tertutup kuasa sang awan hitam. Rasanya aku suduh cukup bercerita tentang BATMAN kepadamu, sebentar lagi waktu dzuhur dan saatnya aku kembali menuju tempat yang aku cintai, masjid Ad-Dua.


Jadilah engkau seperti Batman, yang berhasil mengolah dan memahami makna sebuah kelemahan sang diri, kemudian dipergunakan untuk kemuliaan dan keberhasilan kehidupanmu.

Semoga Allah memberikan cahayaya ke dalam dadamu, dan semoga Allah senantiasa melindungimu, karena Dia mencintaimu.

Sudah dulu yah…….

Your Brother…
Rafi Ramadhani Yusuf

Friday, July 28, 2006

"Antara Cinta, Aku dan Ketidaksempurnaan"

Assalamualaikum…

Wahai engkau yang bersemayam dalam rongga dadaku, siapapun adanya dirimu, ijinkan aku menggangu damai kesendirianmu. Aku hanya ingin berbagi cerita denganmu, cerita tentang aku dan apa yang ada dalam diriku, cerita tentang kesempurnaan dan makna ketidak sempurnaan, termasuk berbicara tentang makna cinta, setidaknya tentang makna cinta yang bisa mengerti. Aku tidak memintamu untuk mendengarkan apa yang terdengar dari bibirku, aku hanya meminta engkau merasakan makna yang bersemayan dalam ruh ku ketika engkau mendengar ceritaku. Aku tidak meminta engkau untuk mau mengerti, aku hanya meminta ijinmu supaya aku dapat mengerti tentang dirimu, lewat cerita tentang diriku.

Aku adalah aku. Aku bukan orang lain dan tidak seperti orang lain. Memang seringkali aku ingin berubah menjadi sosok orang lain yang kuanggap lebih dari diriku, tapi begitu aku mulai melangkah untuk bisa menjadi orang lain, aku selalu dan selalu gagal. Kadang disatu sisi aku berhasil menjadi orang lain, dan di satu sisi yang lain, aku tetaplah diriku sendiri. Aneh memang, ketika aku berubah menjadi sosok yang lain walau hanya sedikit sisi saja, justru tidaklah seindah dan senyaman yang dibayangkan, justru yang ada hanyalah kesedihan, kegundahan, ketertekanan dan rasa tak terdepinisi lainnya. Akhirnya aku sadar, jika aku adalah aku dengan segala keunikannya, aku tidak akan pernah bisa menjadi orang lain, seperti halnya orang lain tidak akan pernah bisa menjadi diriku.

Aku adalah Aku dengan segala sisi dan pernak perniknya. Ada sisi positip juga banyak sekali sisi negatip nya. Kesimpulannya, dalam sosok diriku tergambar dua buah hal yang terkandung dalam jiwa yang sama, kelebihan dan kekurangan. Terkadang aku begitu gembira ketika saatnya sisi positipku yang muncul kepermukaan, seperti gembiranya sang bumi ketika tiba saatnya sang mentari menyingkap tabir gelap sang kuasa malam. Terkadang aku begitu sedih dan gelisah ketiba saat sisi negatip dan kelemahanku yang mendominasi jiwaku, seperti sedihnya sang bumi ketika sang surya harus tenggelam dan berganti kuasa sang kegelapan.

Kadang aku berpikir, mengapa tidak hanya sisi positip yang ada dalam diriku ?, Bagaimanakah caranya aku memusnahkan segala sisi negatip yang bersemayan dalam bagian jiwaku ?. Sempurna, itu barangkali ungkapan yang paling tepat ketika kita memiliki hanya sisi positip. Tahukan engkau saudaraku, semakin aku berambisi menuju titik kesempurnaanku, justru semakin aku sadar betapa menggunungnya kelemahanku, aneh memang. Akhirnya aku harus mengalah dan berdamai dengan takdir penciptaanku, jika aku memang tidak akan pernah menjadi sempurna, tidak akan dan tidak akan pernah. Ketidaksempurnaan adalah sebuah aksioma yang tidak perlu diperdebatkan, karena itu adalah otoritas dan milik Sang Maha Pencipta.

Sekali lagi, itu dulu, dulu ketika ambisi menuju titik kesempurnaan diriku tidaklah terbingkai oleh pemahaman akan sipat kemanusiaanku dan hakikat penciptaanku. Tahukah engkau, ketika ambisi kesempurnaanku mencapai masa kejayaannya, aku bukan hanya berharap akan adanya kesempurnaan dalam diriku semata, tetapi juga sebuah ambisi untuk melihat dan mendapatkan kesempurnaan yang sama dari orang lain. Dengan kata lain, ketika ambisi kesempurnaan itu melingkupi sang ruh, kita senantiasa melihat orang diluar kita sangatlah jauh dari kata kesempurnaan, tidak seperti kesempurnaan yang kita angankan. Tahukah engkau apa yang selanjutnya terjadi ?, aku kecewa ketika ternyata aku justru semakin terpuruk dengan ketidaksempuranaanku, dengan tumpukan kelemahan dalam jiwaku yang semakin menjulang tinggi. Disisi yang lain, muncul kekecewaan ketika kita hanya bisa melihat ketidak sempurnaan yang sama pada orang lain diluar diri kita, yang sangat kita dambakan kesempurnaannya.

Apapun dan bagaimanapun yang terjadi dan bergolak dalam pengembaraan ruh dan jiwa ku, sudah sebuah kepastian jika roda waktu akan terus berputar, seperti keniscayaan berputarnya sang bumi mengitari kuasa sang surya. Suatu waktu, Sang Maha Kuasa menunjukan kasih sayangnya kepadaku, dengan menunjukan padaku tentang betapa menggunungnya kelemahanku, betapa lemahnya diriku, betapa banyaknya sisi negatipku….betapa dan betapa tidak sempurnanya aku. Ruh dan jiwaku pun kemudian mengkerut, seperti halnya daun putri malu yang mengkerut ketika ada sebuah tangan yang menumbuk permukaannya. Ruh dan jiwaku seakan terus dan terus mengkerut, mengkerdil seakan tak kuasa lagi untuk mengangkat dada tanda keangkuhan dan ambisi yang menggelora akan sebuah kata kesempuraan. Aku terdiam dan terdiam, aku merenung dan merenung. Aku merintih walau tanpa suara, aku menangis, aku menjerit walau hanya dalam hati.

Dan kini, seiring dengan pergantian malam menjadi siang, seperti halnya tanah kering yang berubah menjadi basah oleh tetesan sang air hujan, bersama dengan terus berdetaknya sang waktu, membuatku semakin tersadar akan siapa adanya diriku dan betapa tidak sempurnanya diriku. Sejak itu, aku bisa lebih bijak dalam memandang kehidupan, memandang makna kesempurnaan dan ketidak sempurnaan, tentang siapa adanya diriku dengan segala sisinya dan memandang orang lain juga dengan berbagai sisi dan ketidaksempurnaannya.

Air hujan begitu dinantikan sang bumi untuk membasahi tanah yang kering kerontang, juga dinantikan sang pohon dan makhluk fana bernama manusia, ketika sang hujan datang, dia begitu dinanti dan disyukuri, tapi ketika sang hujan semakin besar, sang manusia seringkali justru memandang hujan dengan sorot mata kebencian, andaikan bisa tentu ingin segera menghentikan tetes air hujan itu. Itulah bukti nyata ketidaksempurnaan kita.

Aku adalah aku dengan segala kekurangan dan kelebihannya, dan itulah pertanda ketidaksempurnaanku sebagai makhluk. Dan orang lain adalah orang lain dengan segala kekurangan dan kelebihannya, dan itulah pertanda ketidaksempurnaannya sebagai makhluk. Aku sebagai makhluk tidak sempurna dan engkau juga makhluk yang tidak sempurna.

Aku adalah aku dengan segala sisinya, dan dengan segala yang ada padaku aku harus menggunakannya dengan sepenuh hati dan jiwa untuk terus dan terus berjuang mengarungi pengembaraanku. Kelebihanku adalah sebuah modal berharga dalam pengembarannku, seperti halnya kelemahanku adalah sumber inspirasi untuk mencari dan mencari energi untuk mengarahkannya, sekaligus berusaha merubahnya menjadi sisi yang positip.

Aku adalah aku dengan segala sisinya, dan aku yang kini hidup adalah aku yang berusaha proporsional melihat kehidupanku dengan segala pernak perniknya. Aku yang kini hidup adalah aku yang tidak lagi berambisi melihat dan mendamba adanya kesempurnaan pada diriku juga pada dirmu dan pada orang lain, untuk menjadi sosok yang sempurna, sesempurna angan dan ambisi yang ada dibalik ketidaksempurnan.

Jika aku adalah sosok yang tidak sempurna, mengapa aku harus mendamba jiwa lain, dirimu dan dirinya harus menjadi sosok yang sempurna ?.

Dan sungguh aku merasa lebih damai dengan prinsip sederhana ini, ketika aku bisa berdamai dengan takdirku, seperti halnya aku bisa berdamai melihat segala kelebihan yang ada pada ruh diluar sang diri. Aku bisa menerima adanya kelemahanku, sepertihalnya aku lebih terbuka menerima adanya kelemahan pada diri diluar sang diri, juga pada dirimu. Kelemahan adalah sebuah keniscayaan, dan letak masalah sesungguhnya bukan pada kelemahan itu sendiri, tetapi pada penyikapan kita terhadap adanya kelemahan itu sendiri.

Aku bisa mencintai diriku dengan segala kelebihan dan kelemahanku, sepertihalnya aku akan selalu berusaha untuk mencintai dan menyayangi ruh di luar sang diri, dengan segala kelebihan juga kelemahannya. Aku tidak akan bertanya apa kelebihanmu dan apa saja kekuranganmu, karena tanpa engkau menceritakannya, aku sudah tahu jika pasti ada setumpuk kelebihan bersemayam dalam dadamu, bersama segunung kelemahan bercokol dalam sisi dadamu yang lain.

Aku hanya ingin berkata, aku bisa menerima ruh lain, ruh mu dengan utuh. Aku berjanji untuk mensyukuri segala kelebihanmu dan aku akan mencintai segala kelemahanmu seperti halnya aku mencintai kelebihanmu.

Aku tidak akan pernah meminta engkau, siapapun adanya dirimu untuk bisa mencintai kelemahanku, untuk mencintai diriku dengan utuh, seutuh langit dan bumi, seutuh terang dan kegelapan. Karena bagiku, bisa mencintaimu dan mencintai orang lain dengan tulus dan utuh telah cukup untuk membuatku tersenyum dan merasa bahagia. Aku tidak akan pernah menuntut engkau untuk mencintaiku, karena aku hanya bisa berjanji untuk hanya mencintaimu dengan seutuhnya, berjanji untuk memberikan yang terbaik dari diriku untukmu, memberikan yang terbaik dari ruhku untuk membuatmu selalu tersenyum dalam damai, tersenyum dalam suka maupun duka, tersenyum siang maupun malam, tersenyum sampai engkau berada dalam tidur panjangmu. Aku hanya ingin memberi, karena yang aku tahu, hakikat dari cinta adalah ketika kita bisa memberi kepada orang yang kita cintai.

Aku tidak akan pernah menuntut engkau untuk menerima kelemahanku, karena bagiku, ketika engkau bisa merasa damai dengan cinta yang aku berikan, itu sudah cukup bagiku untuk merasa berarti dalam pengembaraan diriku.

Dalam surat cintanya kepada kepada May Ziadah, Kahlil Gibran mengatakan : Setiap hati mempunyai kodratnya sendiri. Setiap hati punya arah istimewa. Setiap hati punya tempat untuk menyepi, disitulah tempat istirahat guna mencari pelipur lara dan duka. Setiap hati mendambakan hati lain yang dapat bersatu guna menikmati berkah kehidupan dan ketentraman atau melupakan kepedihan hidup dan penderitaan.

Dan aku tidak akan menuntut engkau untuk bisa menjadi pelipur laraku, karena aku hanya ingin diriku bisa menjadi pelipur lara bagi segala dukamu, melupakan segala kepedihan hidup dan penderitaanmu.

Kini aku baru mengerti tentang makna ikhtiar dan esensi dari kata tawakal, aku baru menyadari akan pentingnya bisa memahami dari pada sekadar untuk meminta dipahami. Aku semakin tidak kuasa walau hanya untuk mencibir dan menyalahkan orang lain, sepertihalnya aku semakin ingin mencintai daripada mengotori hati dengan kata benci. Kini aku belajar untuk bisa semakin bijak memandang makna takdir dan keputusan Sang Pembuat Takdir, seperti halnya aku ingin bisa merasakan setumpuk mutiara makna dari setitik peristiwa yang terjadi dalam setiap episode kehidupan, baik episode menyenangkan ataupun episode yang lebih menguras air mata dan kepedihan dihati. Kini aku semakin menyadari jika Sang Kuasa jauh lebih mencintaiku daripada cintaku pada diriku sendiri, jika Sang Pencipta menyayangiku dan hanya ingin memberikan makna hidup yang terbaik dalam pengembaraan hidupku. Kini aku semakin mengerti, jika aku ingin mendapat mutiara cinta makhluk-MU bersemayam dalam hatiku, terlebih dahulu aku harus mempersembahkan mutiara terindah cintaku kepada Rabb ku. Jika aku ingin mendapat cinta suci sesuci penciptaan diriku, aku terlebih dahulu harus mentuluskan cintaku pada sang pemberi makna cinta itu sendiri.

Aku adalah aku dengan segala ketidaksempurnaanya. Engkau adalah engkau dengan segala ketidaksempurnaannya. Aku dan engkau adalah sama tidak sempurnanya.

Cinta tidak memberikan apa-apa kecuali hanya dirinya,
Cinta pun tidak mengambil apa-apa dari dirinya,
Cinta tidak memiliki ataupun dimiliki,
Karena cinta telah cukup untuk cinta.
(Gibran)

Cinta itu sebatang kayu yang baik.
Akarnya tetap di bumi, tapi cabangnya di langit
Dan buahnya lahir di hati, lidah dan anggota badannya.
Ditunjukan oleh pengharuh-pengaruh yang muncul dari cinta itu dalam hati dan anggota badan,
Seperti ditunjukkannya asap dalam api dan ditunjukkannya buah dalam pohon.
(Ghazali)


Terimakasih engkau telah sudi mendengar bisikan dalam hatiku. Engkau mungkin tidak akan pernah mengerti tentang apa yang telah aku tulis ini. Tapi percayalah jika aku bisa mengerti tentang apapun yang belum sempat engkau ungkapkan. Semoga Allah senantiasa melimpahkan cahayanya dalam dalam dadamu, semoga tuhan senantiasa melindungi mu, karena Dia mencintai-Mu.

Aku…..Rafi Ramadhani Yusuf..

Tuesday, July 25, 2006

Inspirasi Dari Surat Cinta Kahlil Gibran Kepada May Zaidah..(teruntuk Akh Jundihasan)

Assalamualaikum..

Teruntuk : Akh Jundihasan Saudaraku..
Dimanapun engkau kini berada,

Apa kabarmu hari ini saudaraku ?, dunia senantiasa berputar seperti halnya roda pedati yang terus menggelinding, kadang diatas dan kadang dibawah. Seperti halnya jalan yang biasa kita lalui ketika kita melangkahkan kaki di pagi hari, kadang kita temui ada tanjakan, kadang ada turunan atau bahkan kita temui jalan yang mendatar. Sama seperti halnya keadaan dirimu saudaraku, pergiliran antara sehat dan sakit, senang dan sedih pasti terus saling berganti dalam setiap episode kehidupanmu, sama seperti halnya yang terjadi dalam rantai kehidupanku.

Sebenarnya aku ingin senantiasa berharap engkau selalu berada dalam keadaan sehat dan kesenangan, tapi kemudian setelah aku renungkan kembali, apakah ada yang salah ketika suatu saat Allah memberikan rasa sakit dan kesedihan kepada dirimu saudaraku ?. Yang aku yakini dan pahami, di dunia ini tidak ada yang sia-sia, selalu ada hikmah dan pelajaran penting dibalik semua peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita. Seperti halnya apa yang telah Allah wahyukan dalam Qur’an Surat Al-Imran ayat 191 :

“Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata, ‘Ya Tuhan kami, tiadakah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari api neraka.”

Dan kini sepertinya agak kurang bijak, jika aku hanya senantiasa berharap engkau selalu ada dalam keadaan sehat dan senang, padahal Tuhan yang menciptakan kita justru senantiasa mempergilirkan keduanya, dengan tujuan kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran dibalik peristiwa-peristiwa tersebut. Kesimpulannya, aku tidak akan pernah mengharapkan ada duka dalam pelupuk matamu, tetapi apapun kini keadaanmu, aku akan senantiasa berharap engkau selalu ada dalam lindungan-Nya, dan engkau senantiasa diberikan kekuatan untuk bisa mengambil hikmah dari apapun keadaan dan peristiwa yang kini menimpamu.

Akh Jundihasan saudaraku,
Banyak yang ingin aku berikan kepadamu saudaraku, karena hakikat cinta yang aku ketahui adalah ketika seseorang bisa memberi, tetapi masalahnya sungguh aku tidak memiliki apapun yang bisa aku berikan kepadamu. Harta tiada apalagi ilmu yang barangkali bisa kubagi untukmu. Rasanya aku pernah dengan jujur berkata kepadamu, jika aku hanyalah seorang pengembara yang lemah dengan segala ketidakberdayaanku. Jadi, maafkan jika Aku hanya ingin berbagi cerita kepadamu tentang untaian hikmah yang senantiasa menjelang dalam setiap tarikan nafasku. Aku tidak terlalu berharap untaian hikmah itu akan bermanfaat untukmu, tapi setidak engkau tahu jika aku senantiasa ingin memberi untukmu, karena aku ingin mencintaimu dengan setulus hati, setulus cinta yang seharusnya menurut Sang Maha Kuasa. Cinta yang tak terkotori nafsu duniawi, cinta yang mendorong dua insan yang saling mencintai untuk senantiasa menjadi kekasih-Nya.
Saudaraku yang dicintai Allah..
Kemarin (Senin, 24 Juli 2005) sekitar jam10.00 aku berangkat dari kantorku menuju ke kantor Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung, aku memang sudah membuat janji bertemu dengan Pak Sadikin (dia dari Bagian Keuangan) untuk mengambil surat kuasa dari dinas tersebut. Setelah itu aku meluncur ke tempat foto copy yang ada disekitar kampus UNILA, memang ada setumpuk berkas dan dokumen yang harus aku foto copy.

Setelah beres, tiba-tiba aku terpikir untuk mampir sebentar ke Toko Buku Gramedia. Entah kenapa akhir-akhir ini aku sepertinya mulai tertarik dengan dunia sastra, terutama aku ingin mulai lebih tahu tentang dunia puisi. Di Gramedia nanti aku ingin mencari buku kumpulan puisi yang salah satu pembuat puisinya adalah Ustd Rahmat Abdulah. Kalau tidak salah sih, judulnya “Sajadah Kata”. Aku menemukan judul buku ini setelah aku membaca buku “Episode Cinta Sang Murabi”, Kenangan Bersama KH. Rahmat Abdullah” karya Helvi Tiana Rosa, dkk.

Selanjutnya, aku langsung meluncur ke Gramedia dan bagian Sastra langsung menjadi target buruanku. Kususuri setiap buku yang ada di rak buku, tapi tidak juga kutemukan buku itu. Kemudian coba kulacak lewat komputer, ternyata memang tidak ditemukan buku yang berjudul “Sajadah Kata”. Ah…gagal deh.

Mataku kini mulai melirik ke buku-buku karya Kahlil Gibran yang memang cukup banyak dipajang, ada berbagai judul dan kemudian aku buka satu persatu. Bagus-bagus juga yah, tapi mana yang harus aku pilih ?..jadi bingung. Akhirnya mataku tertuju pada sebuah buku yang berjudul “GIBRAN…..LOVE LETTERS - SURAT-SURAT CINTA”. Buku ini berisikan surat surat cinta Kahlil Gibran kepada kekasih maya nya yaitu May Zaidah.

Setelah kubaca sekilas, tiba-tiba saja terbersit sebuah ide untuk membuat tulisan dengan gaya seperti halnya Kahlil Gibran yang membuat surat cinta kepada kekasih mayanya yaitu May Zaidah. Aku pun akhirnya membeli buku ini dengan dua buku lainnya yaitu Filosofi Cinta Kahlil Gibran dan Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah.

Saudaraku, akh Jundihasan…
Ini aku kutipkan pengantar dari buku ini untukmu :

“Ikatan cinta yang menyatukan kedua penulis Lebanon yang tinggal di bagian dunia yang berbeda ini, jarang sekali ditemukan. Ada memang hubungan cinta yang dimulai dengan surat-menyurat dan kemudian berkembang menjadi hubungan normal. Lazimnya, orang menjalin hubungan yang terbatas pada surat menyurat setelah berkenalan dulu sebelumnya. Uniknya, Gibran dan May Zaidah saling mengenal hanya lewat surat-menyurat dan dari karya masing-masing. Mereka tidak pernah bertemu, kecuali dalam imajinasi dan mimpi mereka, melalui pengembaraan roh mereka dalam mencari realitas abadi dan saling mencari sebagai roh yang sama”.

Saudarku akh Jundihasan…
Andaikan engkau berada tidak terlalu jauh dari tempatku tinggal, aku berharap engkau bisa ikut membaca buku yang baru aku beli ini. Tapi karena engkau jauh nun di seberang lautan sana, aku hanya berharap jika ada waktu, engkau suatu saat bisa melihat atau bahkan membaca buku ini dimanapun engkau mendapatkannya. Bukan untuk meresapi makna di dalamnya, walau memang harus dengan jujur aku katakan isinya begitu sarat dengan makna dan nilai sastra yang tinggi, tapi untuk mendapat sebuah ide baru tentang gaya penulisan baru, untuk mencurahkan pikiran dan hikmah dari setiap langkah hidup kita. Siapa tahu suatu saat kita bisa membuat buku seperti ini, tapi dengan nuansa lebih religius dan islami.

Malam telah menarik kerudungnya diatas angkasa malam, dan aku tidak bisa melihat lagi apa yang ditulis oleh tanganku. Beribu salam dan ucapan selamat untukmu saudaraku, dan semoga Allah senantiasa melindungi dan menjagamu selalu.

Your Brother
Rafi Ramadhani Yusuf

n.b.

Bersama aliran darah yang mengalir bersama tarikan nafasku, bersama semilir angin di keheningan malam, aku berharap engkau sudri memberikan tausyahmu untuku dan hanya untukku, supaya aku semakin bisa berjalan dengan tegar dalam langkah pengembaraanku.

Sekali lagi, aku menunggu tausyah darimu dan hanya untukku saudaraku…akh Jundihasan

Ketika Cinta Terungkap Di Bumi Perkemahan Hanura

Selasa, 25 Juli 2006

Teruntuk saudaraku dimanapun kini engkau berada

Assalamualaikum..

Apa kabarmu saudaraku, semoga engkau selalu ada dalam lindungan Sang Maha Kuasa. Hari ini, jam ini, menit dan detik ini, aku sedang berada di dalam ruangan kantorku. Sebenarnya aku sendiri agak kurang PEDE untuk mengatakan ruangan ini sebagai sebuah kantor, habisnya berantakan banget sih. Disini ada 4 unit komputer, 1 mesin fak + berbagai alat elektronik seperti kamera digital, handycam, MP3 Player, DLL. Telepon, 5 lemari besi tempat menyusun berkas serta tumpukan berkas-berkas dokumen yang berada di atas lantai.

Dan saat ini aku sedang berada di depan komputer. Entah kenapa aku jadi teringat pengalaman indah sekitar dua hari yang lalu ketika aku dan teman-temanku mengadakan rihlah ke Bumi Perkemahan Hanura. Aku rasa engkau tentu mengerti jika teman yang kumaksudkan disini bukan semata teman biasa, tetapi orang-orang yang sudah saling menganggap satu sama lain sebagi saudaranya. Akhirnya, dari mengerjakan laporan pekerjaan, untuk sementara aku mau curhat dulu ah…

Aku menjadi PJ acara tersebut, aku yang ditugaskan merancang acara tersebut, termasuk dengan segala perangkat dan teknis acaranya. Rencana awal acara rihlah ini memilih lokasi di Pantai Mutun, tetapi karena adanya instruksi Gubernur Lampung untuk menjauhi laut (terkait masalah sunami), akhirnya lokasi pun dipindahkan ke Bumi Perkemahan Hanura.

Allah memang memiliki skenario lain, ternyata lokasi pengganti ini justru lebih bagus dan indah, suasana yang sejuk, dibawah pepohonan rimbun, dekat dengan sungai yang mengalir dengan jernih, serta tidak terlalu jauh dari lokasi ada air terjun yang mengalir dengan indah. Allah memang selalu ingin memberikan yang terbaik kepada umatnya.

Saudaraku yang dicintai Allah….
Setelah kami nyampai di lokasi, langsung dilakukan pembagian tugas. Ada yang bertugas mendirikan tenda, menyiapkan peralatan masak, mencari kayu bakar dan mengurus administrasi ke petugas jaga. Selanjutnya dilakukan bedah buku, shalat magrib jamaah, shalat isya, bakar ikan, diskusi malam, tidur, ada piket malam bergantian, qiyamul lail jamaah, muhasabah, shalat subuh, Dzikir Al-Matsurat, Jalan pagi ke Arah Air terjun, foto-foto bareng sampai akhirnya kami kembali ke rumah masing-masing.

Ketika suasana semakin malam, entah kenapa aku merasakan sebuah suasa yang begitu syahdu. Itu barangkali yang menyebabkan aku merasa sayang jika aku melewatkan malam indah beratapkan langit yang bertabur bintang hanya diisi dengan dengkuran tidurku. Akhirnya ternyata aku memang tidak bisa tidur sama sekali. Aku terus mendampingi teman-teman yang melakukan piket malam. Mereka silih berganti mendapat giliran jaga, kemudian tidur lagi, dan aku tetap terjaga mendampingi mereka, sambil sesekali menjaga api unggun supaya tetap menyala.

Suasana malam yang diiringi dengan suara Murotal lewat kaset yang diputar di sebuah tiprekorder seorang teman membuat suasana malam semakin syahdu. Entahlah apakah teman-temanku memperhatikan keadaanku, yang jelas mendengar lantunan ayat-ayat suci itu membuat ruh ini seperti terangkat ke angkasa malam, bergetar dengan hebat. Aku merasa begitu terharu, mataku mulai berkaca-kaca. Ada sebuah energi yang meledak-ledak dalam dadaku untuk tetap terjaga. Aku tatap kerlip indah di angkasa malam, ku perhatikan api ungun yang menyala dengan begitu indah, kutatap saudara-saudaraku yang tertidut dengan tenang di atas tikar. Aku teringat kedua orangtuaku di kampung halamanku, aku rindu kakak kandungku satu-satunya yang sudah sekitar dua tahun ini menuntut ilmu di Australia sana, aku rindu adiku yang sebentar lagi akan wisuda. Tergambar lagi rasanya setiap langkah dalam setiap episode pengembaraan kehidupanku.

Ya Allah, betapa banyak dari waktuku yang telah berlalu dengan sia-sia, betapa besar dosa-dosa dan kesalahan yang telah kuperbuat, betapa sedikit amal dan kebaikan yang telah aku lakukan. Sungguh betapa kerdil aku dihadapan-Mu, layakkah aku untuk masuk kedalam taman janah-Mu dengan setitik amal yang aku miliki, dengan beban segunung dosa yang telah aku lakukan ?..ah….

Pandanganku tertuju pada ke dua belas orang teman-teman yang sudah kuanggap seperti saudaraku sendiri, betapa kini aku baru menyadari jika mereka adalah karunia terindah dari Allah dalam kehidupanku kini. Mereka adalah orang-orang yang sholeh, baik, hanif dan senantiasa bersemangat di jalan dakwah ini. Aku bahagia berada di tengah-tengah kalian saudaraku. Mataku terasa semakin panas oleh lelehan air mata suci dari lubuk hatiku.

Tiak terasa jam menunjukan pukul 03.30. Ku bangunkan sebagian teman-temanku yang masih tertidur untuk mengambil wudhu di sungai yang tidak terlalu jauh dari tempat kami menginap, untuk selanjutkan kami akan melakukan Qiyamul Lail berjamaah.

Setelah semuanya siap, ku pilih akh Irawan untuk menjadi imam, karena beliau hapalannya banyak dan suaranya paling indah. Kami semua meluruskan shap, ada dua baris. Sebelum shalat dimulai, aku maju kedepan. Meraka semuanya berdiri dengan gagah dihadapanku, semua mata tertuju pada wajahku. Setelah aku terdiam cukup lama, melawan gejolak dada yang semakin membuncah, melawan keharuan yang semakin meninggi, menahan air mata yang semakin memaksa untuk keluar, menguatkan energi untuk sanggup berbicara di depan oang-orang sholeh ini :

Saudaraku sekalian, dengan kuasanya, Allah telah menyatukan hati-hati kita, kemudian Allah membawa kita di jalan dakwah ini. Dengan kuasanya pula Allah membawa kita pada malam ini untuk berkumpul di bawah kerlip indah bintang-bintang di keheningan malam. Aku mencintaimu saudaraku, seperti halnya aku mencintai diriku sendiri. Dan aku yakin, jauh di dalam lubuk hati kalian, bersemi rasa yang sama, walau kita tidak pernah saling mengungkapkan rasa ini lewat untaian kata. Dan ini sunggu sebuah nikmat yang sangat besar, karunia dari Sang Maha Kuasa.

Saudaraku sekalian, mari kita tundukan sejenak kepala kita. Kita renungkan kembali setiap langkah yang telah kita lalui dalam kehidupan kita. Kebaikan dan amal apa yang telah kita lakukan untuk menjadi persiapan menjelang kehidupan abadi diakhirat sana. Dosa dan kesalahan apa yang selama ini telah kita lakukan dalam langkah kehidupan kita ?. Mari saudaraku, kita tundukan kepala dan hati kita sejenak, dan dalam qiyamul lail ini, bawalah serta segenap hati dan perasaan antum, mari kita mengadu dan menguntai rengkuhan doa pada Sang Maha Kuasa. Kita tinggalkan segala keangkuhan dan kesombongan beserta ambisi duniawi yang menyertai hari-hari kita. Ah….


Aku terdiam, tenggorokanku seakan tak sanggup lagi menguntai kata, dan kulihat mereka semua tertunduk, tapi aku tahu jika orang-orang sholeh ini semuanya merasakan kesedihan dan keharuan, sama seperti diriku.

Dimulailah Qiyamul Lail itu, dan Ya Allah, betapa memang kami tidak sanggup lagi menahan keharuan dan kesedihan ini. Tidak lama setelah akh Irawan melantunkan bacaan shalatnya, aku mendengar isak tangis dari orang-orang sholeh ini. Mereka semuanya menangis, dan aku sendiri seakan tak kuasa menahan semua gejolak rasa ini. Entahlah apa yang ada dalam pikiran mereka. Waktu terasa berjalan sedemikian cepat, akhirnya nikmatnya qiyamul lail jamaah pun berakhir, karena waktu shalat subuh sudah semakin menjelang.

Sang fajar kini telah terbangun dari peraduannya. Semburat cahaya kini mulai berbayang di ufuk timur. Hari yang baru, setelah beberapa waktu tadi kuasa sang malam yang berkuasa, kini giliran semburat sang mentari yang berkuasa.

Kami pun selanjutnya konpoi menuju air terjun, berfoto-foto dengan berbagai pose, mulai dari yang sok serius sampai yang konyol abis. Aku memang sangat suka dunia fotografi, karena yang aku pahami, hidup detik ini tidak akan pernah berputar lagi. Jadi, sebelum semuanya hilang tak berbekas, aku ingin senantiasa mengabadikan semua peristiwa indah dalam hidup ini, dan saat ini aku hanya ingin mengabadikan saat-saat bersama saudara-saudaraku tercinta yang aku temukan di bumi Bandar Lampung ini. Entahlah sampai berapa lama waktu lagi aku akan berada di tempat ini, karena memang pekerjaanku menuntut aku untuk selalu berpindah-pindah lokasi. Andaikan saat itu tiba, aku tentu akan berpisah dengan mereka, aku akan sangat kehilangan orang-orang sholeh itu. Disaat itulah, foto-foto ini akan menjadi saksi, jika kami pernah hidup bersama salam kesucian persaudaraan, saling mencintai dengan hati yang tulus.

Demikianlah saudaraku, sepenggal cerita indah dari episode kehidupan pengembaraanku. Kini saatnya aku kembali bekerja, dan jika masih ada kisah yang belum kutuliskan di sini, biarlah aku akan menceritakannya dalam mimpi-mimpiku. Allah akan selalu menjagamu saudaraku.

Monday, July 24, 2006

Ad'Dua, Aku Mencintaimu

Waktu seakan berputar begitu cepat, kini sudah hari Jum’at kembali. Seperti biasa, kalau aku sedang tidak ke lapangan, aku sholat jum’at di masjid dekat kantor ku, Masjid “Ad’dua” namanya. Ketika berbicara mengenai mesjid ini, harus dengan jujur aku katakan jika masjid ini telah menimbulkan kesan yang mendalam bagiku.

Sebelum berbicara lebih jauh mengenai Mesjid Ad’Dua, aku ingin berbicara dulu mengenai letak dan siapa para jamaahnya. Menurut informasi yang aku dapatkan “Perumahan Way Halim Permai dan Puri Way Halim” adalah merupakan komplek perumahan Elit yang pertama kali ada di Bandar Lampung, sehingga penghuninya juga kalau saya perhatikan secara ekonomi berada pada strata menengah ke atas. Setiap rumah disini pasti memiliki garasi yang berisikan mobil, baik satu mobil, dua mobil dan seterusnya.

Ketika pertama kali aku dan temen-temen lainnya datang ke Lampung sekitar bulan Juli tahun 2004, kami menyewa rumah di Perumahan Puri Way Halim (tepatnya di Jalan Puri Wisata). Selanjutnya rumah itu kami jadikan Sekretariat Tim Proyek, sekaligus kantor dan Mess. Sebenarnya sih, agak kurang tepat kalau disebut kantor, tetapi barangkali lebih tepat kalau disebut sekretariat, karena ditempat inilah tempat kami berkumpul 4 tim kerja untuk 4 kabupaten yang di lalui jalur pipa. Mengapa dijadikan mess, karena memang tim kami rata-rata awalnya tinggal di Bogor (karena kami berasal dari satu almamater, cuman berbeda Fakultas atau jurusan saja). Sekitar bulan Desember 2005, kami pindah lokasi kantor ke Perumahan Way Halim Permai

Kembali ke cerita tentang Masjid Ad’dua. Lokasi Masjid Ad’dua berada di pinggir jalan raya (jalur dua) tepat diantara dua kompleks perumahan elit ini. Masjid ini ukurannya cukup besar, rapih, bersih, terawat dengan baik dan pengelolaannya pun berjalan dengan teratur.

Disamping hal tersebut diatas, sebenarnya yang membuat saya terkesan tentang masjid Ad’dua dan dua kompleks elit ini adalah tentang kondisi religius dan rasa antusias warga kompleks untuk meramaikan masjid ini. Setiap waktu sholat, terutama magrib dan isya, dapat dipastikan masjid ini selalu ramai, sebagian jamaah biasanya datang dengan membawa mobil atau motor. Kalau waktu sholat jum”at tambah ramai lagi, masjid penuh oleh jamaah sampai ke emperan masjid. Dihalaman masjid, penuh dengan mobil berbagai merek, juga dengan kendaraan roda dua yang juga berbagai merek. Lokasi yang strategis juga menjadi salah satu penyebab mengapa masjid ini selalu ramai.

Aku merasa begitu bahagia dan bersyukur bisa tinggal dan menyaksikan sebuah kondisi orang-orang yang barangkali kalau dilihat dari strata ekonomi menengah atas, tetapi mereka memiliki tingkat religius yang tinggi serta memiliki rasa kecintaan terhadap masjid. Semoga Allah senantiasa memberikan karunia keimanan dan kecintaan terhadap masjid yang semakin mendalam, bagi seluruh warga kompeks perumahan ini.

Saat ini, dalam keheningan dan perenungan, sepertinya ada sebuah bisikan dari sebuah tempat di dasar hati, yaitu Suara Nurani ku : “Sepertinya aku memang sangat mencintai Masjid Ad’dua ini”.

Yah…memang seiring dengan berjalannya waktu selama kurang lebih dua tahun keberadaanku di Lampung, diantara rutinitas pekerjaanku yang relatif cukup berat dan menyita waktu dan pikiranku, masjid ini seakan menjadi sebuah oase dalam rutinitas kehidupanku.

Dalam episode kehidupanku, dalam langkah pengembaraanku mengarungi samudera kehidupan. Ada senyuman dan keceriaan, tetapi pasti akan selalu hadir permasalahan, beban kehidupan dan problematika kehidupan lainnya. Dalam berbagai episode kehidupanku itu, Masjid ini telah menjadi sebuah oase, tempat aku berteduh, meminum air yang membasahi tenggorokanku yang kering dengan air suci kedamaian. Masjid ini sekaligus menjadi tempatku berteduh dari panasnya permasalahan kehidupan.

Ditempat inilah, ketika ada senyuman dan kebahagian datang menjelang, aku bersujud syukur sembari memanjatkan doa suci pada Sang Maha Kuasa, memuji kebesaran-Nya. Di tempat inilah kemudian aku bertekad untuk menjadi insan yang senantiasa pandai bersyukur pada nikmat dan karunia dari-Nya.

Disini jugalah ketika ada permasalahan menghujam hati, aku duduk bersimpuh, mengangkat kedua belah tangan, mengadu, menghiba, merendahkan diri, menangis, memohon petunjuk, bimbingan, pertolongan serta jalan keluar. Aku menghiba memohon diberikan kesabaran dan ketabahan sekaligus merintih supaya Allah memberikan kekuatan kepadaku supaya aku tidak pernah berputus asa atas rahmat-Nya, supaya aku senantiasa diberikan kekuatan untuk bisa mengambil berjuta hikmah dari setiap episode kehidupanku.

Di masjid Ad’dua ini, telah menjadi saksi dari begitu banyak air mata tanda kebahagiaanku, juga air mata tanda kelemahanku di hadapan-Nya.

Dan kini, hanya sebuah ungkakan “AKU MENCINTAIMU AD’DUA”, yang sanggup aku utarakan. Andaikan saja ada sebuah ungkapan yang lebih indah dari sebuah ungkapan “CINTA”, tentu aku akan mengungkapkannya.

Dalam kesunyian, dalam kesendirian, dalam perenungan, ada sebuah asa menggelora dalam hati :

Ya Rabb, ijinkan aku untuk tetap memiliki rasa Cinta pada Rumah Suci Mu ini,
Ijinkan aku bisa selalu dekat dengan Rumah-Mu ini,

Dan Andaikan Engkau menghendaki hamba untuk bisa selalu dekat dengan Masjid ini, aku akan sangat merasa bahagia.

Waktu akan terus berputar kedepan, dan sungguh aku tidak pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, termasuk akan berada dimana aku selanjutnya. Insya Allah aku siap untuk berpisah dengan masjid tercinta ini, dan aku ditempat yang baru nanti, pasti aku akan mencari masjid yang baru yang akan aku jadikan tambatan hatiku. Tetapi andaikan Allah mentakdirkan aku untuk berada disini, di dekat masjid Ad’dua ini, dengan sebuah ungkapan menggelora, aku akan menyambutnya dengan kebahagiaan, dan aku berjanji untuk senantiasa hadir di dalamnya. Wallahu a’alam

Tuesday, July 18, 2006

Aku Ingin Turut Memperbaiki, Tidak Hanya Menyalahkan

Selasa, 18 Juli 06,

jam 20.00, aku dan beberapa teman di perusahaanku baru sampai di kantor kembali. Lelah, ngantuk, mana di kantor air sumurnya lagi mati lagih, PAM juga samo bae. he-he. Setelah istirahat sebentar, diskusi hasil rapat tadi, nonton tivi sebentar....pulang ah. Tapi rasanya ada unek-unek yang harus segera aku tulis di Blog ku, biar gak lupa gitcu...semoga aja suatu saat akan bermanfaat. Jadi aku mampir dulu ke warnet (padahal belum mandi lho...he-he).
..........................................


Seperti yang sudah diagendakan beberapa hari/minggu sebelumnya, hari ini adalah agenda pembayaran ganti rugi. Tapi yang terjadi ternyata tidaklah semudah yang dibayangkan, semuanya berjalan dengan alot, ada perdebatan, adu argumentasi, dan sedikit melibatkan emosi. Malah justru agendanya jadi ajang penyampaian unek-unek, persis seperti beberpa pertemuan sebelumnya.
Aula Pemda, hari ini seakan menjadi sebuah saksi dari sebuah peristiwa : ungkapan kekecewaan dan kritikan para peserta rapat yang terdiri dari lurah, beberapa orang camat dan beberapa kepala dinas kepada perusahaan tempatku mencari sesuap nasi. Aku sendiri gak begitu mengerti, apa sebenarnya yang aku rasakan ketika rapat tadi. Marah, sebel, malu, atau apa. Tapi barangkali kalau aku coba uraikan kurang lebih seperti ini :
1. Aku harus jujur mengakui, kadang aku sebel juga dengan para peserta rapat yang seakan sukanya nyalahin muluw, tanpa mereka mau introspeksi, apa sih yang mereka sudah lakukan dalam proyek ini ?...padahal kan mereka adalah mitra, yang seharusnya saling bekerja sama dan saling mendukung, bukannya nyalahin muluw.
2. Pada sisi yang lain, sebenarnya aku juga bisa memahami, mengapa mereka senangnya berkata dan berargumentasi yang seakan memojokan dan menyalahkan kami (perusahaan).
3. Aku kadang sebel juga pada perusahaan tempatku bekerja. Banyak hal yang sebenarnya bisa dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang seakan terus dan terus berlarut-larut. Kadang aku berpikir, barangkali dalam beberapa hal harus aku akui dengan jujur jika cukup banyak kelemahan dan kekurangan pada sistem dan cara kerja tim kami.
4. Pada sisi yang lain, insya Allah aku bisa memahami, mengapa tim ini bersikap begini. Atasanku juga manusia biasa yang punya kelemahan dan keterbatasan, apalagi ditambah dengan beban dan tanggung jawab yang juga begitu besar. Apalagi kini tim kami harus mengurusi 4 kabupaten.
Ah.....setelah aku renungkan kembali, rasanya salah juga sih, jika aku ikut-ikutan suka menyalahkan kesalahan dan kekurangan orang lain, gak ada manfaatnya, hanya nambah dosa aja. Masalah tidak akan pernah bisa beres dengan hanya menyalahkan orang lain atau pihak lain, termasuk juga dengan menyalahkan diri sendiri. Apalagi sebenarnya aku berada dalam lingkaran sistem tersebut. Lagi pula, toh apabila aku memegang tugas dan tanggung jawab sebagai pengambil keputusan seperti atasanku, belum tentu juga aku mampu dan bisa lebih baik dibanding mereka.
Hamba mohon ampun Ya Rabb......
Kini, setelah aku pikir-pikir, ada beberapa hal yang lebih baik untuk disikapi/dilakukan :
1. Berbuat dan bekerjalah dengan sebaik-baiknya.
2. Sekecil apapun peran mu dalam sebuah tim, lakukan yang terbaik. Jadikan diri kita sebagai bagian yang turut berperan serta dalam perbaikan. Dengan kata lain, kehadiran kita harus bisa memberikan manfaat. Menyalahkan memang mudah, tapi da gak ada manfaatnya atuh. Lebih baik adalah bagaimana upaya kita untuk ikut memperbaiki kesalahan dan kekurangan-kekurangan itu. Kalau kata Aa Gym mah : Mulai Dari Diri Sendiri, Mulai Dari Hal Yang Kecil, Mulai Saat Ini Juga.
3. Kita dikaruniani akal, itu untuk mengetahui hal-hal apa saja yang salah, menemukan penyebab kesalahan itu, menganalisisnya, kemudian mencari alternatif solusi terbaiknya. Jadi, pelajarilah semua episode yang dihadapi, baik itu kemudahan maupun kesulitan, baik itu kelancaran maupun permasalahan. Percayalah, dibalik itu semua adalah hamparan ilmu yang sangat luas dan menggunung tinggi, yang sesungguhnya suatu saat kelak akan memberikan manfaat dan hikmah bagi kehidupan kita. Tapi tentu saja, hikmah ini hanya akan ditemukan dan dirasakan bagi insan yang mau berfikir dan menggunakan hatinya dengan cara yang benar.
4. Hidup bermanfaat hanya untuk diri sendiri itu gak jadi masalah, tapi alangkah indahnya apabila hidup kita memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi lingkungan kita, orang-orang disekitar kita, perusahaan tempat kita bekerja dan terus lebih meluas lagi. So............satu dambaanku, semoga kehadiranku dimanapun aku berada, semoga bisa memberikan manfaat untuk orang lain diluar diriku, juga untuk lingkungan disekitarku. Dalam hal ini, semoga kehadiranku juga bisa bermanfaat untuk perusahaan tempatku bekerja. Amiiin.
5. Aku sepertinya harus semakin giat belajar dan mencari ilmu lagi nih, terutama tentang : Community Development (Pemberdayaan Masyarakat), Sosial Ekonomi, Perencanaan Strategi, Manajemen Organisasi, Manajemen SDM, Manajemen Perusahaan, Teknik Negoisasi, Manajemen Konflik, dll.
Ya Rabb, Engkau Maha Kuasa....
Kesistematisan sistem di bumi ini, di alam semesta ini
adalah setitik dari kekuasaan-Mu...
Oleh karena itu Ya Rabb,
Berilah hamba bimbingan, petunjuk, arahan dan karunia-Mu,
Agar hidupku berguna dan bermanfaat tidak hanya untuk diriku sendiri,
tapi untuk umat, agama, bangsa dan negara ini.
Bimbinglah hamba Ya Rabb..
Disisa umur hamba ini, bisa memberikan yang terbaik dari kehidupan hamba....
Termasuk di perusahaan ini, tempatku bekerja, tempatku mendapat segudang ilmu,
Amiiin...
Udah dulu ah, ngantuk berat nih, belum mandi lagi. Pokoknya sekarang dah gak sebel lagi. Udah sehat lagi pikirannya.he-he
Pulang, mandi, baca buku.....baru bobo....

Monday, July 17, 2006

Sebuah Surat Yang Datang Laksana Cahaya (Teruntuk Akh Jundihasan)

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Sebelum berbicara banyak..saya ingin memberitahukan dulu satu hal yang selama ini menjadi satu keyakinan saya..Bahwa Tautan Hati antara dua orang muslim dapat terasa walaupun Dua muslim itu dipisahkan jarak...
Akhi Rafi...!!(gak papa khan saya menyapa dgn sapaan ini?! ). Alhamdulillah saya bersyukur akhirnya Allah Ta'alla berkenan mempertemukan saya dengan satu lagi orang shalih di bumi iniHari ini saya coba blogwalking dan akhirnya sukses mampir ke blog Anda..
Di halaman awal saya sudah tertarik dengan isi postingan2-nya dan akhirnya dengan rela saya akhirnya mengalokasikan waktu untuk menelusuri semua postingan yang pernah Anda kirim..(walaupun harga warnetnya terus naek.. ). Subhanallah..Alhamdulillah tak henti-hentinya saya bersyukur pada-Nya... di tengah kehidupan Anda yang cukup Keras dan hobi Anda yang juga cukup "Keras"..ada satu tradisi yang Anda lakukan, dan mampu menjadi penyejuk bagi gersangnya hidup ini..BERMUHASABAH. Alhamdulillah..semoga Allah Ta'alla selalu menjaga keistiqomahan Anda..
Maafkan saya juga jika saya mencoba mencari tahu lebih lanjut ttg diri Anda (lewat blogger profile dan Google Search..niat banget ya?!!)..walaupun gak banyak yang saya dapatkan..tapi dengan semua "jejak" yang Anda tinggalkan di dunia maya ini saya semakin yakin bahwa Anda pantas untuk dijadikan teman dekat..
Akhi..saya baca postingan pertama Anda..disana Anda menuliskan sebuah pertanyaan.."BERSEDIA MENJADI SAUDARAKU....."? gimana...mau kan ?.....jawaban saya..IYA SAYA MAU..
Cinta KArena ALLAH,Benci KArena ALLAH..AKhi..beristiqomah ya..di ujung jalan ini akan kita dapatkan sebuah taman indah yang keindahannya akan mampu membuat kita lupa semua kesulitan dan kesusahan di jalan inidan saya berharap kita bisa bertemu d taman itu..
wassallam..
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^###############^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
Akh Jundihasan.....
Sy tidak tahu siapa dan dimana antum berada, dan ketika sy membaca email antum, sungguh saya sangat terharu. Sy bahagia membaca ungkapan antum. Sy bahagia ada seseorang yang dengan begitu ikhlas bersedia menjadi saudara sy. Sy menangkap kesungguhan dan keikhlasan antum dibalik surat antum diatas. Dan saat ini, saat sy menulis surat ini, ada sebuah keharuan yang membuncah rasa.
Akhi, tapi sungguh kemudian saya merasa begitu sedih, karena dengan jujur sy katakan, sy bukanlah orang seperti yang antum bayangkan. Sy bukanlah laki-laki sholeh akhi....
Sy hanyalah seorang Pengembara yang berjalan dengan langkah terseok-seok, menapaki setiap episode kehidupannya, untuk mencari jati diri, berusaha menapaki dan menemukan jalan yang telah digariskan-Nya.
Sy hanyalah seorang pengembara yang seringkali terjatuh, kemudian terseok dan kemudian tersasar pada jalan yang salah, kemudian berjalan lagi dengan segala energi yang yang masih tersisa, dengan peluh yang bercucuran untuk kembali menemukan jalan yang seharusnya dilalui, jalan yang telah digariskan-Nya.
Sy hanyalah seorang Pengembara yang lemah akhi..dengan segala kekurangan dan ketidakberdayannya, Walau memang ada sebuah asa yang membara dalam dada, semoga Allah memberikan kesempatan pada sy, di sisa umur kehidupan sy, untuk bisa memberikan yang terbaik untuk agama, dakwah, umat, bangsa dan negara ini. Walaupun....jujur sy kini lebih sering sibuk dan berkutat dengan diri sendiri.
Akhi......
Aku hanyalah insan yang lemah..bodoh..hina..fakir..
Aku hanyalah insan yang penuh dosa dan maksiyat......
dan aku hanyalah insan lemah..yang sedang mencoba dan berusaha..untuk merangkak..agar disisa umur yang masih Allah berikan ini..aku bisa mengisinya dengan kebaikan..amal Shalih..dan ketaatan...
Mungkin aku dulu hanyalah insan yang berlumur dosa dan maksiyat....
tapi...Sungguh aku kini ingin menjadi insan yang terdepan di Jalan kebaikan dan taqwa...
Mungkin waktuku di masa lalu penuh dengan kesia-siaan...
tapi...Sungguh andaikan Allah masih memberi kesempatan kepadaku untuk hidup..
setiap tarikan nafas yang aku lakukan..ingiiiiiiin aku pergunakan untuk berdzikir memuji keagungan Sang Maha Besar.
Jazakallah khoir akhi....
Sy bersyukur Allah berkenan membawamu dalam kehidupan sy...engkau hadir laksana cahaya, menembus relung hati sy. Hati yang sungguh merindukan bisa menjadi kekasih-Nya.
Akan kujadikan engkau saudara, walau mungkin hanya lewat untaian kata, walau hanya lawat senandung doa dikeheningan malam....
"Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepadamu saudaraku..."
Your Brother....
Rafi Ramadhani Yusuf

Sunday, July 16, 2006

"Sandaran" Yang Tak Akan Meninggalkan Kita



Bila kita bersandar,
maka kita akan takut kehilangan sandarana kita.
Oleh karena itu :
Cukuplah Allah yang menjadi sandaran,
karena dia tidak akan mengecewakan siapapun
yang bersandar kepada-Nya.

"Misteri Dibalik Sebuah Keinginan"


Boleh Jadi Allah mengabulkan harapan kita
dengan tidak memberi apa yang kita inginkan,
karena Dia Maha Maha tahu
bahaya dan kemudharatan
yang akan menimpa
dibalik segala keinginan kita

Thursday, July 13, 2006

Sebuah Pelajaran Tentang Kesabaran & Kepasrahan

Selasa, 11 Juli 2006, 16.00
“Tet-Tot”, bunyi sms di hp ku berbunyi :

Ustd. : Aslmk, Hari rabu besok jam 16.00, antum bisa ?. Kalau bisa, Insya Allah nanti ana jemput.
Aku : Walkmslm, iya ustd, Insya Allah besok sore ana bisa. Ana tunggu di masjid Ad’dua saja yah.

Rabu, 12 Juli 2006

Sekitar jam 09.00, aku sudah meluncur ke Pemda Lamtim. Mudah-mudahan kabag tapem, BPN dan kadin pertanian ada dilokasi, supaya aku bisa segera pulang kembali ke Bandar Lampung dan sebelum jam 16.00 aku sudah siap pergi dengan ustd.

Alhamdulillah, setelah bertemu dengan kabag tapem & BPN, semua hal penting yang harus dibicarakan dan diagendakan dapat berjalan dengan lancar. Sekitar jam 13.00, aku sudah meluncur kembali ke Bandar Lampung. Setelah mampir sebentar untuk menunaikan hak perut di rumah makan Subur, sekitar jam 15.00 aku sudah berada kembali di kantor. Alhamdulillah, sesuai rencana.

“Tet-Tot”, tepat jam 15.15, bunyi sms di hp ku berbunyi, di layar tertulis nama “ustd”.

Ustd : “Aslamk, Akhi, ana baru dapat kabar. Ternyata belum bisa hari ini. Nanti dihubungi lagi. Afwan”.
Aku : “Walkmslam, iya ustd, tidak apa-apa, ana menunggu kabar dari ustd saja. Biarlah Allah yang memilihkan waktu yang paling baik dengan kesempatan yang paling cocok. Jazakallah khoir ustd”.

Hidup-hidup, betapa besar kuasa-Mu wahai Sang Maha Besar, aku tunduk dan patuh pada apapun kehendak-Mu, aku ridho akan apapun yang terjadi dalam setiap episode kehidupanku. Aku yakin dengan sepenuh hati, pasti ada maksud besar dan hikmah teramat penting, dibalik semua yang telah terjadi…untuk ku dan hanya untuk ku, dari-Mu, dan semuanya semata untuk kebaikan hidup ku. Barangkali Engkau ingin hamba punya cukup waktu untuk kembali menata hati, berkontemplasi atas sebuah makna kesucian dan ketulusan hati..
"Apakah semua ini semata kulakukan hanya karena-Nya, atau karena faktor lain ?.."
Wallahu a'lam.......

Monday, July 10, 2006

DUKA P A L E S T I N A


Adakah yang lebih menderita dari penderitaan yang engkau rasakan wahai saudaraku yang kini ada di bumi Palestina ?.

Negerimu ada dalan cengkraman penjajah terlaknat, sanak keluargamu dibantai sang penjajah, ekonomi pun di embargo dengan sangat licik. Engkau terhina, terjajah, menderita, terasing di tanah tumpah darahmu sendiri.

Adakah yang lebih menderita dari penderitaan yang engkau rasakan wahai saudaraku yang kini ada di Palestina ?.

Ketika saudara-saudaramu seiman di seantero dunia lebih asik dengan gegap gempita piala dunia, padahal engkau disana sedang dibombardir dengan pesawat canggih, dengan bom dahsyat. Mayat bergelimpangan, darah berceceran, nyawa meninggalkan jasad, anak kehilangan ayah, ayah kehilangan anak, istri kehilangan suami, MANUSIA seakan kehilangan sifat KEMANUSIAANNYA.

Dan aku disini, hanya bisa duduk terpaku di depan televisi menyaksikan engkau dengan segala penderitaanmu, aku hanya bisa merasakan kepedihan mengiris hati ketika melihat darah berceceran dan mayat bergelimpangan. Dan aku hanya bisa duduk tertunduk dalam syahdu doa disepertiga malam terakhir dalam hamparan sajadah, dengan sebuah ungkapan lirih, dengan air mata yang menganak sungai :

Ya Rabb, berilah kekuatan dan kesabaran pada saudaraku di bumi Palestina
Berilah keistiqomahan pada mereka
Jangan biarakan saudaraku disana berputus asa atas segala ujian dan rahmat dari-Mu

Satu hal yang pasti saudaraku, percayalah, sungguh Engkau tidaklah sendirian. Disini, dibelahan bumi ini, Insya Allah masih begitu banyak saudaramu yang mencintai dirimu, negaramu, masjid suci itu dengan sepenuh hati, lebih dari diri kami sendiri. Kami disini memang hanya duduk terpaku, tapi Insya Allah hati-hati dan doa-doa kami, kini ada ditengah-tengah kalian, hadir bersama senyum para malaikat di tengah-tengah ketegaran kalian.

Percayalah, bersama penderitaan kalian disana, justru menjadi sebuah sumber Inspirasi bagi kami, untuk senantiasa istiqomah di jalan-Nya.

Ingatlah saudaraku, engkau tidak sendirian, disini masih banyak saudaramu yang senantiasa mendudukungmu, termasuk juga diriku, walau dengan segala kelemahan dan ketidakberdayaanku.

Saturday, July 08, 2006

Ketika Ada Secercah Harapan


Ketika Ada Secercah Harapan
(Lanjutan dari ….)

Ketika….dan ketika…

Ketika kau pikir bahwa kau sudah mencoba segalanya dan tidak tahu hendak berbuat apa lagi...
Allah SWT sudah punya jawabannya.

Ketika segala sesuatu menjadi tidak masuk akal dan kau merasa tertekan...
Allah SWT akan dapat menenangkanmu.

Dan Jika tiba-tiba kau dapat melihat jejak-jejak harapan...
Allah SWT sedang berbisik kepadamu
Dulu aku memang seakan tidak tahu hendak berbuat apa, seakan semuanya tertumbuk dengan sebuah benteng yang begitu tinggi dengan segala kekuasaannya. Aku hanya bisa terpaku, diam, dan membisu. Yang aku tahu, jauh di dasar nurani ada satu titik yang senantiasa berbisik, “Engkau tidak sendirian saudaraku, bersabarlah, percayalah jika Tuhan mu tetap mencintaimu apapun adanya dirimu, tunggulah saatnya ketika seutas tali sudah sampai pada regangan terakhirnya, ketika kegelapan diliputi cahaya, ketika kesedihan berganti kegembiraan, ketika keputusasaan berganti secercah harapan”.

Dan saat ini, ketika aku masih berdiri terpaku, bisikan itu seakan semakin jelas terngiang, ketika jejak-jejak harapan itu mulai terbit dari singgasananya, dan dia pun kembali berbisik “Saudaraku, dengarlah Allah SWT sedang berbisik kepadamu”.

Semua ini memang hanyalah secercah harapan, dan entahlah apakah semua ini akan menjadi sebuah kenyataan. Tapi sungguh aku sudah sangat bersyukur dan merasa begitu bahagia, karena ternyata aku masih bisa memiliki harapan, karena ternyata aku sanggup menangkap secercah indah harapan itu.

Dan aku berjanji, walaupun semua ini hanya cukup semata menjadi secercah harapan, aku akan tetap tersenyum, karena aku kini percaya, jika aku ternyata masih bisa memiliki harapan, dan ini sudah cukup bagiku, karena memang hanya sampai disinilah tugas dan kapasitasku. Selebihnya, biarlah menjadi tugas dan otoritas Sang Pemberi Harapan.
dan aku sangat bersyukur, ternyata aku masih bisa memiliki secercah harapan.

Friday, July 07, 2006

Ketika Sang Waktu Seakan Berhenti Berdetak

Jumat, 7 Juni 2006….


Hitungan hari terus berputar sejak Sang Penguasa Makhluk memperlihatkan karunianya pada sang pengembara, berupa sebuah lukisan indah sang bintang di angkasa malam. Selama itu pula cahaya indah dari sang bintang seakan terus mengoreskan lukisan-lukisan yang semakin indah dalam ceruk hati sang pengembara. Sebuah lukisan cahaya, diatas lembaran cahaya, dengan tinta cahaya. Ada getaran indah bersama goresan cahaya keindahan yang semakin dan semakin mendalam. Goresan indah yang semata hadir karena kuasa-Nya dan semoga semuanya didasari atas ridho Sang Penguasa Angkasa Malam.

Perlahan tetapi pasti, semuanya kini tumbuh menjadi sebuah asa yang terus dan terus menggelora dalam dada. Ada sebuah bayangan maya sebuah taman indah dalam hati, besama indahnya sang bintang. Ketika ada kesejukan bersama semilir angin, ada kicau burung pembawa keriangan, ketika ada harum sang bunga melati pembawa kesyahduan suasana. Ah……tapi ini hanyalah sebuah asa.

Selama hitungan hari pengembaraan sang pengembara, terasa roda sang waktu seakan berjalan sedemikian lambat, seakan behenti berdetak, walau sesungguhnya kuasa sang waktu tetaplah berputar dengan segala kekuatannya, dengan segala kepatuhannya pada apa yang diperintahkan-Nya. “Tapi aku harus senantiasa bersabar, menunggu saat dimana Sang Penguasa Kehidupan membawanya kedalam taman hatiku, itupun jika Sang Penguasa menghendakinya”, begitu gumam sang pengembara.

Tiba-tiba ada sebuah lintasan getir dalam hati sang pengembara, “Tapi……siapakah aku ?, aku hanyalah seorang pengembara dengan segudang kelemahan dan ketidakberdayaannya. Layakkah aku menikmati indah cahaya sang bintang ?. Sungguh rasanya aku bukanlah siapa-siapa, yang pantas menjadi tempat bersemayamnya sang bintang dengan segenap keindahan cahayanya, kecuali jika dahulu ia memang bersemayam dalam rongga dadaku. Ah……”,

Dan kini, dikesunyian sang malam, kembali ada rengkuhkan kedua belah telapak tangan tuk mengadu dan merintih pada Sang Penguasa Kehidupan, sang penguasa yang telah menciptakan sang bintang dengan segala keindahanya juga sang pengembara dengan segala kelemahan, ketidakberdayaan dan kesedihannya.

Semoga rindu ini segera sampai pada muaranya.

Tuesday, July 04, 2006

Sang Pengembara


"Sang Pengembara"

Aku adalah “Sang Pengembara”, yang berjalan menapaki hamparan kehidupan dengan segala misteri dalam setiap episodenya. Aku adalah seorang pengembara yang juga manusia biasa, sama seperti engkau saudaraku, diciptakan Sang Pencipta dengan segala sifat dan karakter kemanusiaannya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Aku pernah begitu tegar menapaki kehidupan dan langkah kaki dengan dada terbusung, dengan kepala yang tegak dan tatapan mata yang tajam penuh semangat dan energi kehidupan. Aku juga pernah berjalan dalam pengembaraanku dengan seutas senyuman dan gelak tawa dengan segala pernik kebahagiaan yang bergejolak dalam dada.

Namun aku juga pernah berjalan dengan kepala tertunduk lesu, dengan dada yang tak lagi membusung, dengan tatapan mata yang sayu seperti rembulan yang tertutup kuasa sang awan hitam. Kakiku seakan tak kuasa lagi untuk melangkah walau hanya selangkah. Aku hanya bisa dan hanya ingin menghentikan pengembaraanku, sejenak berteduh di bawah rimbun pohon yang membawa kesejukan. Lidahku seakan kelu tak sanggup berbicara dan menguntai kata. Hatiku hanya bergemuruh dengan sejuta asa dan kegalauan dalam dada. Mataku hanya mampu mengalirkan air suci yang berhulu di dasar hatiku yang paling dalam.

Yah, inilah tanda sifat kemanusiaanku, sama seperti engkau saudaraku. Tapi jauh didasar hati ini saudaraku, ada sebuah kekuatan yang tersembunyi yang ketika aku duduk terpuruk di bawah pohon peneduh, dia senantiasa membisikan sebuah suara kedamaian :

“bersabarlah, bertawakal lah, pasrahkan dan adukan semua kesedihanmu pada Yang Maha Kuasa, Ambillah hikmah, yakinlah Allah tidak akan membawa kemudharatan dalam kehidupanmu, yakinlah Dia mencintaimu, yakinkah Allah hanya ingin memberikan yang terbaik bagi kehidupan dunia dan akhiratmu, tunggulah saat yang paling tepat ketika malam berubah menjadi terang benderang oleh sang surya, ketika hujan harus mereda, ketika kesedihan akan berubah menjadi sebuah kebahagiaan. Bersabarlah dan yakinlah pada cinta Tuhan mu”.

Aku adalah Sang Pengembara, yang akan terus melangkah, apapun episode yang harus kulalui. Aku hanya tahu jika aku harus sampai pada ujung pengembaraanku. Menjadi kekasih-Nya, mendapat ridho-Nya dan ketika aku telah sampai pada akhir pengembaraanku, aku ingin mengakhirinya dengan senyuman, dengan khusnul khatimah.

Kerlip Indah Sang Bintang di Angkasa Malam

Dan..... hari ini, Sabtu 30 Juni 2006 aku ingin kembali melanjutkan pengembaraanku, menapaki episode kehidupanku yang penuh misteri. Di langkah awal kakiku, kini aku melihat sebuah bintang indah diangkasa sana dengan segala kerlip indah di bola matanya. Aku menatap bintang indah itu dengan begitu takjub. Ada sebuah energi yang begitu menggelora yang membuncah jiwa dan membakar semangatku. Inilah kuasa Ilahi pada hati yang telah begitu lama kering oleh kegalauan dan kesedihan.

Ada sebuah energi dan asa yang terus merasuk dalam hati sanubariku, setiap kali kulihat kerlip bintang itu, semakin indah dan semakin indah. Aku begitu takjub memandang dan melihatnya. Tapi sungguh aku tak tahu apakah sang bintang itu melihatku di bumi ini ?..aku tak tahu apakah aku dapat menggapai bintang indah diatas angkasa itu ?..Apakah Kuasa Illahi akan membawaku keangkasa sana menuju tempat terindah di sisi sang bintang itu ?..

Entahlah, aku tak tahu. Biarlah semuanya mengalir bagai air. Biarlah semuanya berjalan sesuai dengan ketentuan dan takdir-Nya, karena aku telah berikrar untuk menyerahkan semuanya pada kehendak-Nya. Aku tidak akan pernah lagi mendikte Sang Maha Kuasa.

Tapi…., andaikan takdir Allah membawaku pada bintang itu, aku berjanji untuk menyimpan kerlip sang bintang itu dalam rongga dadaku. Akan aku jadikan ia hidup bersama setiap tarikan nafasku, akan aku jadikan ia menjadi energi kehidupanku, inspirasi dari langkah kakiku. Bayang dari sorot mataku. Akan kujadikan ia rembulan dalam kegelapan perjalananku, lilin dalam temaram kerinduanku, bunga dalam taman hatiku.

Dan…., andaikan aku tak bisa menggapai kerlip indah sang bintang itu, aku berjanji untuk tetap tersenyum. Karena aku yakin, nun jauh disana telah Engkau ciptakan kerlip bintang lain yang jauh lebih indah.

Aku titip asa ini bersama semilir angin di keheningan malam, bersama rengkuhan do’a di atas hamparan sajadah, bersama detak jantung, bersama tetes embun yang mengalir di antara kedua belah pipi.