Monday, July 24, 2006

Ad'Dua, Aku Mencintaimu

Waktu seakan berputar begitu cepat, kini sudah hari Jum’at kembali. Seperti biasa, kalau aku sedang tidak ke lapangan, aku sholat jum’at di masjid dekat kantor ku, Masjid “Ad’dua” namanya. Ketika berbicara mengenai mesjid ini, harus dengan jujur aku katakan jika masjid ini telah menimbulkan kesan yang mendalam bagiku.

Sebelum berbicara lebih jauh mengenai Mesjid Ad’Dua, aku ingin berbicara dulu mengenai letak dan siapa para jamaahnya. Menurut informasi yang aku dapatkan “Perumahan Way Halim Permai dan Puri Way Halim” adalah merupakan komplek perumahan Elit yang pertama kali ada di Bandar Lampung, sehingga penghuninya juga kalau saya perhatikan secara ekonomi berada pada strata menengah ke atas. Setiap rumah disini pasti memiliki garasi yang berisikan mobil, baik satu mobil, dua mobil dan seterusnya.

Ketika pertama kali aku dan temen-temen lainnya datang ke Lampung sekitar bulan Juli tahun 2004, kami menyewa rumah di Perumahan Puri Way Halim (tepatnya di Jalan Puri Wisata). Selanjutnya rumah itu kami jadikan Sekretariat Tim Proyek, sekaligus kantor dan Mess. Sebenarnya sih, agak kurang tepat kalau disebut kantor, tetapi barangkali lebih tepat kalau disebut sekretariat, karena ditempat inilah tempat kami berkumpul 4 tim kerja untuk 4 kabupaten yang di lalui jalur pipa. Mengapa dijadikan mess, karena memang tim kami rata-rata awalnya tinggal di Bogor (karena kami berasal dari satu almamater, cuman berbeda Fakultas atau jurusan saja). Sekitar bulan Desember 2005, kami pindah lokasi kantor ke Perumahan Way Halim Permai

Kembali ke cerita tentang Masjid Ad’dua. Lokasi Masjid Ad’dua berada di pinggir jalan raya (jalur dua) tepat diantara dua kompleks perumahan elit ini. Masjid ini ukurannya cukup besar, rapih, bersih, terawat dengan baik dan pengelolaannya pun berjalan dengan teratur.

Disamping hal tersebut diatas, sebenarnya yang membuat saya terkesan tentang masjid Ad’dua dan dua kompleks elit ini adalah tentang kondisi religius dan rasa antusias warga kompleks untuk meramaikan masjid ini. Setiap waktu sholat, terutama magrib dan isya, dapat dipastikan masjid ini selalu ramai, sebagian jamaah biasanya datang dengan membawa mobil atau motor. Kalau waktu sholat jum”at tambah ramai lagi, masjid penuh oleh jamaah sampai ke emperan masjid. Dihalaman masjid, penuh dengan mobil berbagai merek, juga dengan kendaraan roda dua yang juga berbagai merek. Lokasi yang strategis juga menjadi salah satu penyebab mengapa masjid ini selalu ramai.

Aku merasa begitu bahagia dan bersyukur bisa tinggal dan menyaksikan sebuah kondisi orang-orang yang barangkali kalau dilihat dari strata ekonomi menengah atas, tetapi mereka memiliki tingkat religius yang tinggi serta memiliki rasa kecintaan terhadap masjid. Semoga Allah senantiasa memberikan karunia keimanan dan kecintaan terhadap masjid yang semakin mendalam, bagi seluruh warga kompeks perumahan ini.

Saat ini, dalam keheningan dan perenungan, sepertinya ada sebuah bisikan dari sebuah tempat di dasar hati, yaitu Suara Nurani ku : “Sepertinya aku memang sangat mencintai Masjid Ad’dua ini”.

Yah…memang seiring dengan berjalannya waktu selama kurang lebih dua tahun keberadaanku di Lampung, diantara rutinitas pekerjaanku yang relatif cukup berat dan menyita waktu dan pikiranku, masjid ini seakan menjadi sebuah oase dalam rutinitas kehidupanku.

Dalam episode kehidupanku, dalam langkah pengembaraanku mengarungi samudera kehidupan. Ada senyuman dan keceriaan, tetapi pasti akan selalu hadir permasalahan, beban kehidupan dan problematika kehidupan lainnya. Dalam berbagai episode kehidupanku itu, Masjid ini telah menjadi sebuah oase, tempat aku berteduh, meminum air yang membasahi tenggorokanku yang kering dengan air suci kedamaian. Masjid ini sekaligus menjadi tempatku berteduh dari panasnya permasalahan kehidupan.

Ditempat inilah, ketika ada senyuman dan kebahagian datang menjelang, aku bersujud syukur sembari memanjatkan doa suci pada Sang Maha Kuasa, memuji kebesaran-Nya. Di tempat inilah kemudian aku bertekad untuk menjadi insan yang senantiasa pandai bersyukur pada nikmat dan karunia dari-Nya.

Disini jugalah ketika ada permasalahan menghujam hati, aku duduk bersimpuh, mengangkat kedua belah tangan, mengadu, menghiba, merendahkan diri, menangis, memohon petunjuk, bimbingan, pertolongan serta jalan keluar. Aku menghiba memohon diberikan kesabaran dan ketabahan sekaligus merintih supaya Allah memberikan kekuatan kepadaku supaya aku tidak pernah berputus asa atas rahmat-Nya, supaya aku senantiasa diberikan kekuatan untuk bisa mengambil berjuta hikmah dari setiap episode kehidupanku.

Di masjid Ad’dua ini, telah menjadi saksi dari begitu banyak air mata tanda kebahagiaanku, juga air mata tanda kelemahanku di hadapan-Nya.

Dan kini, hanya sebuah ungkakan “AKU MENCINTAIMU AD’DUA”, yang sanggup aku utarakan. Andaikan saja ada sebuah ungkapan yang lebih indah dari sebuah ungkapan “CINTA”, tentu aku akan mengungkapkannya.

Dalam kesunyian, dalam kesendirian, dalam perenungan, ada sebuah asa menggelora dalam hati :

Ya Rabb, ijinkan aku untuk tetap memiliki rasa Cinta pada Rumah Suci Mu ini,
Ijinkan aku bisa selalu dekat dengan Rumah-Mu ini,

Dan Andaikan Engkau menghendaki hamba untuk bisa selalu dekat dengan Masjid ini, aku akan sangat merasa bahagia.

Waktu akan terus berputar kedepan, dan sungguh aku tidak pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, termasuk akan berada dimana aku selanjutnya. Insya Allah aku siap untuk berpisah dengan masjid tercinta ini, dan aku ditempat yang baru nanti, pasti aku akan mencari masjid yang baru yang akan aku jadikan tambatan hatiku. Tetapi andaikan Allah mentakdirkan aku untuk berada disini, di dekat masjid Ad’dua ini, dengan sebuah ungkapan menggelora, aku akan menyambutnya dengan kebahagiaan, dan aku berjanji untuk senantiasa hadir di dalamnya. Wallahu a’alam

No comments: