Tuesday, July 25, 2006

Ketika Cinta Terungkap Di Bumi Perkemahan Hanura

Selasa, 25 Juli 2006

Teruntuk saudaraku dimanapun kini engkau berada

Assalamualaikum..

Apa kabarmu saudaraku, semoga engkau selalu ada dalam lindungan Sang Maha Kuasa. Hari ini, jam ini, menit dan detik ini, aku sedang berada di dalam ruangan kantorku. Sebenarnya aku sendiri agak kurang PEDE untuk mengatakan ruangan ini sebagai sebuah kantor, habisnya berantakan banget sih. Disini ada 4 unit komputer, 1 mesin fak + berbagai alat elektronik seperti kamera digital, handycam, MP3 Player, DLL. Telepon, 5 lemari besi tempat menyusun berkas serta tumpukan berkas-berkas dokumen yang berada di atas lantai.

Dan saat ini aku sedang berada di depan komputer. Entah kenapa aku jadi teringat pengalaman indah sekitar dua hari yang lalu ketika aku dan teman-temanku mengadakan rihlah ke Bumi Perkemahan Hanura. Aku rasa engkau tentu mengerti jika teman yang kumaksudkan disini bukan semata teman biasa, tetapi orang-orang yang sudah saling menganggap satu sama lain sebagi saudaranya. Akhirnya, dari mengerjakan laporan pekerjaan, untuk sementara aku mau curhat dulu ah…

Aku menjadi PJ acara tersebut, aku yang ditugaskan merancang acara tersebut, termasuk dengan segala perangkat dan teknis acaranya. Rencana awal acara rihlah ini memilih lokasi di Pantai Mutun, tetapi karena adanya instruksi Gubernur Lampung untuk menjauhi laut (terkait masalah sunami), akhirnya lokasi pun dipindahkan ke Bumi Perkemahan Hanura.

Allah memang memiliki skenario lain, ternyata lokasi pengganti ini justru lebih bagus dan indah, suasana yang sejuk, dibawah pepohonan rimbun, dekat dengan sungai yang mengalir dengan jernih, serta tidak terlalu jauh dari lokasi ada air terjun yang mengalir dengan indah. Allah memang selalu ingin memberikan yang terbaik kepada umatnya.

Saudaraku yang dicintai Allah….
Setelah kami nyampai di lokasi, langsung dilakukan pembagian tugas. Ada yang bertugas mendirikan tenda, menyiapkan peralatan masak, mencari kayu bakar dan mengurus administrasi ke petugas jaga. Selanjutnya dilakukan bedah buku, shalat magrib jamaah, shalat isya, bakar ikan, diskusi malam, tidur, ada piket malam bergantian, qiyamul lail jamaah, muhasabah, shalat subuh, Dzikir Al-Matsurat, Jalan pagi ke Arah Air terjun, foto-foto bareng sampai akhirnya kami kembali ke rumah masing-masing.

Ketika suasana semakin malam, entah kenapa aku merasakan sebuah suasa yang begitu syahdu. Itu barangkali yang menyebabkan aku merasa sayang jika aku melewatkan malam indah beratapkan langit yang bertabur bintang hanya diisi dengan dengkuran tidurku. Akhirnya ternyata aku memang tidak bisa tidur sama sekali. Aku terus mendampingi teman-teman yang melakukan piket malam. Mereka silih berganti mendapat giliran jaga, kemudian tidur lagi, dan aku tetap terjaga mendampingi mereka, sambil sesekali menjaga api unggun supaya tetap menyala.

Suasana malam yang diiringi dengan suara Murotal lewat kaset yang diputar di sebuah tiprekorder seorang teman membuat suasana malam semakin syahdu. Entahlah apakah teman-temanku memperhatikan keadaanku, yang jelas mendengar lantunan ayat-ayat suci itu membuat ruh ini seperti terangkat ke angkasa malam, bergetar dengan hebat. Aku merasa begitu terharu, mataku mulai berkaca-kaca. Ada sebuah energi yang meledak-ledak dalam dadaku untuk tetap terjaga. Aku tatap kerlip indah di angkasa malam, ku perhatikan api ungun yang menyala dengan begitu indah, kutatap saudara-saudaraku yang tertidut dengan tenang di atas tikar. Aku teringat kedua orangtuaku di kampung halamanku, aku rindu kakak kandungku satu-satunya yang sudah sekitar dua tahun ini menuntut ilmu di Australia sana, aku rindu adiku yang sebentar lagi akan wisuda. Tergambar lagi rasanya setiap langkah dalam setiap episode pengembaraan kehidupanku.

Ya Allah, betapa banyak dari waktuku yang telah berlalu dengan sia-sia, betapa besar dosa-dosa dan kesalahan yang telah kuperbuat, betapa sedikit amal dan kebaikan yang telah aku lakukan. Sungguh betapa kerdil aku dihadapan-Mu, layakkah aku untuk masuk kedalam taman janah-Mu dengan setitik amal yang aku miliki, dengan beban segunung dosa yang telah aku lakukan ?..ah….

Pandanganku tertuju pada ke dua belas orang teman-teman yang sudah kuanggap seperti saudaraku sendiri, betapa kini aku baru menyadari jika mereka adalah karunia terindah dari Allah dalam kehidupanku kini. Mereka adalah orang-orang yang sholeh, baik, hanif dan senantiasa bersemangat di jalan dakwah ini. Aku bahagia berada di tengah-tengah kalian saudaraku. Mataku terasa semakin panas oleh lelehan air mata suci dari lubuk hatiku.

Tiak terasa jam menunjukan pukul 03.30. Ku bangunkan sebagian teman-temanku yang masih tertidur untuk mengambil wudhu di sungai yang tidak terlalu jauh dari tempat kami menginap, untuk selanjutkan kami akan melakukan Qiyamul Lail berjamaah.

Setelah semuanya siap, ku pilih akh Irawan untuk menjadi imam, karena beliau hapalannya banyak dan suaranya paling indah. Kami semua meluruskan shap, ada dua baris. Sebelum shalat dimulai, aku maju kedepan. Meraka semuanya berdiri dengan gagah dihadapanku, semua mata tertuju pada wajahku. Setelah aku terdiam cukup lama, melawan gejolak dada yang semakin membuncah, melawan keharuan yang semakin meninggi, menahan air mata yang semakin memaksa untuk keluar, menguatkan energi untuk sanggup berbicara di depan oang-orang sholeh ini :

Saudaraku sekalian, dengan kuasanya, Allah telah menyatukan hati-hati kita, kemudian Allah membawa kita di jalan dakwah ini. Dengan kuasanya pula Allah membawa kita pada malam ini untuk berkumpul di bawah kerlip indah bintang-bintang di keheningan malam. Aku mencintaimu saudaraku, seperti halnya aku mencintai diriku sendiri. Dan aku yakin, jauh di dalam lubuk hati kalian, bersemi rasa yang sama, walau kita tidak pernah saling mengungkapkan rasa ini lewat untaian kata. Dan ini sunggu sebuah nikmat yang sangat besar, karunia dari Sang Maha Kuasa.

Saudaraku sekalian, mari kita tundukan sejenak kepala kita. Kita renungkan kembali setiap langkah yang telah kita lalui dalam kehidupan kita. Kebaikan dan amal apa yang telah kita lakukan untuk menjadi persiapan menjelang kehidupan abadi diakhirat sana. Dosa dan kesalahan apa yang selama ini telah kita lakukan dalam langkah kehidupan kita ?. Mari saudaraku, kita tundukan kepala dan hati kita sejenak, dan dalam qiyamul lail ini, bawalah serta segenap hati dan perasaan antum, mari kita mengadu dan menguntai rengkuhan doa pada Sang Maha Kuasa. Kita tinggalkan segala keangkuhan dan kesombongan beserta ambisi duniawi yang menyertai hari-hari kita. Ah….


Aku terdiam, tenggorokanku seakan tak sanggup lagi menguntai kata, dan kulihat mereka semua tertunduk, tapi aku tahu jika orang-orang sholeh ini semuanya merasakan kesedihan dan keharuan, sama seperti diriku.

Dimulailah Qiyamul Lail itu, dan Ya Allah, betapa memang kami tidak sanggup lagi menahan keharuan dan kesedihan ini. Tidak lama setelah akh Irawan melantunkan bacaan shalatnya, aku mendengar isak tangis dari orang-orang sholeh ini. Mereka semuanya menangis, dan aku sendiri seakan tak kuasa menahan semua gejolak rasa ini. Entahlah apa yang ada dalam pikiran mereka. Waktu terasa berjalan sedemikian cepat, akhirnya nikmatnya qiyamul lail jamaah pun berakhir, karena waktu shalat subuh sudah semakin menjelang.

Sang fajar kini telah terbangun dari peraduannya. Semburat cahaya kini mulai berbayang di ufuk timur. Hari yang baru, setelah beberapa waktu tadi kuasa sang malam yang berkuasa, kini giliran semburat sang mentari yang berkuasa.

Kami pun selanjutnya konpoi menuju air terjun, berfoto-foto dengan berbagai pose, mulai dari yang sok serius sampai yang konyol abis. Aku memang sangat suka dunia fotografi, karena yang aku pahami, hidup detik ini tidak akan pernah berputar lagi. Jadi, sebelum semuanya hilang tak berbekas, aku ingin senantiasa mengabadikan semua peristiwa indah dalam hidup ini, dan saat ini aku hanya ingin mengabadikan saat-saat bersama saudara-saudaraku tercinta yang aku temukan di bumi Bandar Lampung ini. Entahlah sampai berapa lama waktu lagi aku akan berada di tempat ini, karena memang pekerjaanku menuntut aku untuk selalu berpindah-pindah lokasi. Andaikan saat itu tiba, aku tentu akan berpisah dengan mereka, aku akan sangat kehilangan orang-orang sholeh itu. Disaat itulah, foto-foto ini akan menjadi saksi, jika kami pernah hidup bersama salam kesucian persaudaraan, saling mencintai dengan hati yang tulus.

Demikianlah saudaraku, sepenggal cerita indah dari episode kehidupan pengembaraanku. Kini saatnya aku kembali bekerja, dan jika masih ada kisah yang belum kutuliskan di sini, biarlah aku akan menceritakannya dalam mimpi-mimpiku. Allah akan selalu menjagamu saudaraku.

No comments: