Tuesday, June 13, 2006

Bodohnya Kita, Terkadang Lebih Suka Menyakiti Diri Sendiri

Sekret Tim Tanah PGN, 10.30 WIB
“Aduh..sakit”, kudengar teh elis (teman kerjaku) menjerit. Ku longokan kepalaku, sejenak kuhentikan tanganku yang sedang asik bermain-main diatas tuts komputer. Aku memang sedang membuat notulensi rapat. “Ada apa te Elis ?..” tanyaku. “Ini kang, jari kelingking kakiku keinjak kaki kursi”.
“Lho..kok bisa kursinya jadi nakal kayak gituh” tanyaku sekenanya.
Sambil meringis dia menjawab “Bukan begitcu, tadi aku kan mau duduk di kursi mau ngetik, tapi kayaknya aku lupa waktu kursinya ku angkat, eh ternyata jari kakiku malah keinjek sama kaki kursi”.
Aku cuman manggut-manggut, “Jadi sebenarnya kursinya mah gak nakal dong ? dan bukan salah kursinya atuh ?”
“Emang…ini mah salah dirikuh sendiri alias lepat abdi nyalira akang, lagi pula semua kursi gak ada yang nakal, yang nakal mah si akang.” jawabnya serius dengan mimik meringis kesakitan.
Aku pun nyeletuk lagi sekenanya..”Memang, kadang kala justru sebenarnya kita lah yang menyakiti diri sendiri. Bukan orang lain, tapi karena ego kita kemudian kita mengatakan pada diri sendiri kemudian pada semua orang, jika orang lain lah yang telah menyakiti diri kita. Yah..itulah kehidupan”.
“Ih..si akang mani puitis begitcu omongannya, kayak pujangga ajah, Kahlil Gibran kayaknya kalah nih puitisnya”. Komentarnya sambil terus meringis dan memegang jari kelingking kakinya.
“he-he..ia yah, kok akang jadi puitis begini yah, langsung nyambung begitcu, tok cer. Begitu ada peristiwa langsung deh keluar bahasa yang melangit. Kayaknya ini gara-gara akang sering nulis cerita-cerita puitis di blog”.
“He-He....” Aku hanya ketawa sambil garuk-garuk kepala.
“Udah teh elis jari kakinya di urut saja pake minyak tawon, biasanya kalau di diemin, nanti lama-lama akan mati rasa, kemudian membusuk, terus lama-lama harus di amputasi mulai dari pergelangan kaki”..saranku dengan mimik penuh perhatian dan serius.
“Ih..sebbeeel, bukannya nolongin ini mah malah nakut-nakutin, lagian mana ada jari kakinya yang keinjek kursi kok diamputasinya dari pergelangan kaki”..protesnya sambil merengut.
“He-he” aku hanya cengar-cengir sambil pergi ke kamar nyari minyak tawon kemudian kuberikan kepadanya.

Sekret Tim Tanah PGN, 11.00

“Ih sebel kenapa ini kepala rasanya gerah dan gatel bener, padahal kan aku belum sebulan habis dicukur”..gerutu ku sambil garuk-garuk kepala. Memang aku ini sudah cukup lama suka di cukur cepak alias pendek bener. Bayangin, sekitar 3 minggu sampai 1 bulan sekali aku potong rambut.
“Ah mumpung lagi gak ada kerjaan, di cukur dulu ah..ke Barber Shop Plamboyan”…aku pun segera bangkit pergi keluar, kebertulan letak Barber shop Plamboyan tidaklah terlalu jauh dengan tempatku bekerja.

Barber Shop Plamboyan, 11.15
Aku sedang dicukur oleh Willi, tukang cukur langgananku. Sambil aku dicukur, pikiranku melayang mengingat kembali peristiwa ketika teman kerjaku (teh elis) keinjek jari kakinya oleh kaki kursi dan ucapanku yang sepontan tentang “diri kita yang lebih sering menyakiti diri sendiri”.

Ah…iya yah, mamang kadang kala di sengaja maupun tidak, seringkali yang membuat kita merasa sakit, sedih, tertekan, menderita itu diri kita sendiri dan bukan orang lain. Tapi karena ego kita kemudian kita dengan lantang mengatakan jika orang lainlah yang telah menyakiti diri kita.

Ini barangkai lebih terkait dengan masalah penyikapan kita dengan sebuah masalah. Contohnya begini, ada sebuah masalah yang sebenarnya kecil alias sepeleh gitu loh..tapi karena dasarnya emang kita mah cengeng, masalah sepeleh itu kemudian kita besar-besarkan dan akhirnya memang menjadi begitu besar (bagi diri kita maksudnya).

Bisa jadi ini juga bisa dikaitkan dengan sebuah ungkapan tentang betapa kuatnya persepsi atau pikiran kita tentang sesuatu. Ketika pikiran kita mengatakan jika permasalahan yang kita hadapi adalah berat, kemudian maslah itu memang akan dirasakan sangat berat oleh diri dan hati kita. “Hati itu ibarat magnet”, begitu ungkapan yang pernah kubaca entah dari buku apa dan kapan bacanya, lupa lagi.

Sebaliknya jika pikiran kita mengatakan, “ah ini mah maslah kecil, tidak perlu aku besar-besarkan, nanti juga selesai sendiri, insya Allah pasti ada hikmah di balik semua ini, semua masalah pasti akan berakhir seperti malam yang pasti akan berubah menjadi siang, seperti hujan yang berganti kemarau, seperti air panas yang pasti lama-lama akan menjadi dingin”, pasti masalah itu akan terasa ringan di hati, dan kita akan tetap enjoy dalam menghadapi hidup ini. “Easy going alias life must go on ajah gitcu loh”……

“Udah mas dicukurnya, tuh jadi tambah gagah dan guanteng aja kan kalau rambutnya cepak kayak begini mah ?” kudengar omongan si abang tukar cukur, membuyarkan lamunanku…
“Oh ia makasih yah, tadinya kalau gak jadi gagah dan guanteng saya gak akan bayar ongkos dicukurnya lho..he-he”, aku sambil ketawa dan ngelihat di kaca.
“Udah yah…makasih willi”, aku pun akhirnya pergi sambil tidak lupa menyelipkan uang tip Rp 10.000,- ke tangannya kemudian baru menuju loket dan kubayar ongkos cukurnya sebesar Rp 9.000,-.

Hidup….Hidup….

Memang, justru sebenarnya diri kitalah yang telah membuat diri kita merasa sakit dan menderita, bukan orang lain……

No comments: