Saturday, June 17, 2006

dan Allah Pun Cemburu

Dikisahkan, betapa Nabi Ibrahim sangat mencintai putra semata wayang nya, Ismail. Rasa cinta yang sebenarnya teramat wajar, karena beliau juga manusia biasa, sama seperti kita. Apalagi setelah sekian lama, beliau mendambakan lahirnya seorang anak yang akan jadi penerus dakwahnya. Tanpa disadarinya, bersama dengan rasa cinta pada Ismail yang semakin membara, ada yang sangat Cemburu, Dia adalah Sang Khaliq, Allah SWT.

Nabi Ibrahim pun diuji Allah dengan sebuah perintah untuk menyembelih putra yang sangat di cintainya (Ismail). Nabi Ibrahim pun akhirnya menyadari jika Cinta kepada Allah haruslah melebihi segalanya. Nabi Ibrahim pun demi untuk membuktikan cintanya pada Allah SWT, akhirnya bersedia menyembelih Ismail. Akhirnya, ketika Ibrahim sudah mengembalikan cintanya hanya kepada Allah, justru Karunia sangat besar yang diterimanya. Bukan Ismail yang disembelih, tapi hanya seekor domba. Ismail pun akhirnya tumbuh menjadi manusia yang sholeh, menjadi nabi dan rosul, yang akhirnya melahirkan keturunan seperti Rasulullah Muhammad saw.

Aku memang bukan apa-apa dibandingkan kisah manusia suci Ibrahim dan Ismail, tapi aku yakin, Allah akan tetap merasa cemburu kepada insan yang lebih mencintai makhluk daripada Allah SWT, lebih bersandar dan menggantungkan diri pada sesama manusia dibanding kepada Sang Maha Pencipta. Hal ini yang coba ingin ku ungkap dalam penggalam hidupku ini.

Ini hanya sebuah kisah yang kutulis sekitar 5 bulan yang lalu, dan Alhamdulillah file nya ketemu lagi. Ini memang hanya sepenggal episode dari sekian banyak episode kehidupanku. Kutulis di Blog ini, tentu bukan karena aku ingin dikasihani ataupun ditangisi. Semuanya semata karena aku ingin dengan mudah untuk berkaca pada sang diri, belajar untuk menjadi dewasa, belajar untuk berprasangka baik pada apapun keputusan-Nya, dan tentu saja dalam mencari sebuah makna mengapa Allah harus merasa cemburu akan kelalaianku.

Di dalam Masa lalu, sebenarnya terkandung sejuta pelajaran sangat berharga yang akan sangat berguna bagi kehidupanku di masa yang akan datang. Waktu tidak mungkin berputar lagi ke belakang, padahal hidupku akan terus berputar ke depan. Semoga tulisan ini akan semakin memudahkanku untuk mengambil mutiara pelajaran berharga itu dan andaikan penggalan kisah ini memberi ilham dan inspirasi bagi siapapun yang kebetulan membaca tulisanku ini, hanya satu harapanku “semoga bermanfaat”. Wallahu Alam.

@@@@@@@@@*********@@@@@@@@

Tadi pagi..aku menelepon seseorang yang dulu pernah menjadi teman dalam suka dan duka. Dia kakak satu tingkat ketika aku kuliah. Kami juga satu tim yang solid di medan dakwah..dimana ada dia..pasti ada aku. Kadang ada juga yang menyebutkan kami ini selebriti. He-he. Tapi jangan salah sangka dulu, dia seorang Ikhwan /laki-laki tentunya, sebut saja namanya “HANIF”. Dia juga adalah tempatku mengadu, CURHAT, mengkonsultasikan permasalahan yang aku hadapi. Rasa-rasanya semua rahasia hidupku sudah aku ceritakan kepadanya. Entah mengapa aku begitu mempercayainya, padahal aku sebenarnya tipe orang yang tertutup dan tidak mudah mempercayai orang lain.

Satu hal lagi, kami adalah teman untuk saling berbagi dan saling meminjamkan uang. Kalau aku lagi gak punya uang sama sekali untuk makan dan keperluan lainnya, aku pasti mengadu padanya, begitu juga sebaliknya, tetapi seringnya aku sih yang paling sering minjam duit. He-he.

Jujur..aku sangat membanggakan dia. Bersahaja, lembut, tenang, sederhana, jadi ingat sama iklan roko, Cool, Calm, Confident. Tapi yang paling mengesankan sebenarnya adalah karena dia selalu bersedia untuk mendengarkan dengan sabar, memberikan penjelasan dan pandangan dengan dewasa, tanpa menyalahkan apalagi menghakimi.

Dia seperti kakak bagiku, bahkan mungkin lebih dari kakak kandungku sendiri (emang dia lagi ada di negeri Australia sono, jauh) He-he. Aneh memang, tapi itulah realitanya. Fase kehidupan memang terus berjalan, akhirnya Allah mempertemukan dia dengan seorang akhwat/wanita yang sholeh. Merekapun akhirnya menikah. SELAMAT SAUDARAKU, aku turut berbahagia, semoga rumah tangga kalian menjadi SAKINAH, MAWADAH, WA RAHMAH.

Jujur, aku merasa sangat bahagia dengan pernikahannya, tapi di sisi lain tanpa bisa aku pungkiri, sebenarnya aku merasa sangat kehilangan dia, orang yang begitu berharga bagiku. Karena aku menyadari, kini ada yang lebih berhak dengan waktu dan curahan pikiran nya. Tapi sudahlah, toh memang begini yang namanya hidup.

Allah memang punya skenario yang unik, kami pun akhirnya dipisahkan lebih jauh lagi, kali ini karena urusan pekerjaan. Ada rentang jarak tempat tinggal yang sangat jauh diantara kami, aku di Propinsi lampung dan dia di Propinsi ………... Aku sebenarnya ingin tinggal tidak terlalu jauh dengan dia, biar kami bisa lebih mudah untuk saling mengingatkan, apalagi kami pernah satu group liqo. Tapi sudahlah, semoga kami bisa tetap istiqomah walaupun kami tidak lagi lagi bisa saling memberi tausyah secara langsung.

Komunikasi diantara kami pun akhirnya mulai berkurang, karena memang rutinitas dan beban pekerjaan yang cukup berat dan menyita waktu, tenaga dan pikiran.

Tapi namanya juga hidup, akhirnya aku kembali mendapatkan sebuah permasalahan yang sangat berat, sangat menyita pikiran dan konsentrasiku.

“Ah, lebih baik aku CURHAT ke dia saja” itu yang terlintas dalam pikiranku. Akupun akhirnya menelepon dia, tujuannya untuk mengkonsultasikan permasalahan yang begitu mebebani jiwa ini. Dengan satu harapan dia bersedia mendengarkan kemudian memberikan nasihat yang mendamaikan hati, seperti dulu sebelum dia menikah dan sebelum jarak tempat tinggal memisahkan kami.

Tapi.., mengapa kok semuanya tidak seperti yang aku harapan. Aku merasakan suaranya tidak lagi seramah dulu, perkataannya ang tidak lagi sebermakna dulu, dia seperti tidak terlalu merespon akan perkataan yang aku sampaikan. Sehingga rasanya aku seperti berbicara bukan dengan seseorang yang pernah aku anggap sebagai kakak kandungku sendiri. Akhirnya akupun tidak kuasa untuk mengemukakan semua permasalahan yang ingin aku sampaikan. Akupun mengakhiri pembicaraan tanpa sempat mengemukakan permasalahanku.

Aku terdiam, ”Ya Rabb, mengapa orang yang dulu pernah aku banggakan, sebagai orang yang dulu aku anggap sebagai saudara, kakak, kini seakan telah berubah ?. Seakan kini ada rentang jarak diantara kami. Padahal aku masih sangat membutuhkan masukan, dan nasihat-nasihatnya. Ah, mengapa bisa terjadi seperti ini ?”.

Aku hanya bisa termenung, menarik nafas panjang. Perlahan tapi pasti, ada sebuah pertanyaan yang kemudian menggelitik hatiku, “Apakah memang tanpa aku sadari, selama ini aku telah menggantungkan diri, bersandar kepada dia ?, yang pada akhirnya tanpa aku sadari sebegitu ketergantungannya diriku pada sosok dia ?, Astaghfirullahal adzim”.

Aku menarik nafas, perlahan, kupejamkan mataku, kudengarkan bisikan sebuah suara nurani dalam hatiku. Perlahan tapi pasri aku terus berusaha untuk bisa menggali HIKMAH dari semua peristiwa yang baru saja terjadi.

“Ini barangkali hal yang coba harus aku tanamkan dalam jiwa ini. Pasti ada hikmah dibalik semua ini. Hikmah besar dari Allah SWT yang tentu untuk kebaikan diriku sendiri”, begitu gumamku dalam hati.

Satu hal yang pasti, aku percaya Insya Allah sampai detik ini dia masih tetap orang yang baik, sholeh, hanif seperti dulu. Dia masih saudaraku yang baik, mungkin permasalahannya bukan dari dia, tapi justru dari diriku sendiri. Bisa jadi karena penurunan ruhani dan beban permasalahan dalam diriku lah yang kemudian membuat aku merasa dia seperti menjauhiku.

Hikmah yang barangkali ingin Allah ajarkan pada diri ini adalah :
1. Supaya aku tidak lagi terbiasa menggantungkan diri pada orang lain dan aku hanya boleh bersandar dan menggantungkan diri hanya kepada ALLAH SWT semata.
2. Supaya aku bisa lebih dewasa, mandiri, berani menentukan dan mengambil sikap, tegas, tidak plin-plan, mantap dan berani dalam bertindak dan mengambil keputusan. Karena semua itulah hal yang paling dibutuhkan dalam mengarungi hidup ini.
3. Allah sesungguhnya merasa CEMBURU jika seorang insan lebih mencintai an menggantungkan diri pada sesama makhluk dan bukan kepada-Nya.

Iya, Insya Allah aku akan berusaha untuk menarik hikmah dari semua ini. AKU HARUS MEMPERBAIKI KUALITAS IBADAHKU, karena semua kegelisahan bersumber dari diriku sendiri. Sehingga ketika kualitas ibadah sudah semakin baik, maka diri akan semakin dekat dengan-Nya yang pada akhirnya kepasrahan atas takdir Sang Maha Kuasa akan tertanam dalam Jiwa. Kedamaian, ketenangan pada akhirnya tentu akan bersemayam dalam jiwa ini.

Semuanya memang harus berawal dari TEKAD KUAT dalam diri ini, untuk MEMPERBAIKI KUALITAS IBADAH dan KEDEKATAN pada-NYA. Jika ini belum berhasil dilakukan, percuma saja kita berkonsultasi pada orang lain se sholeh apapun dia, karena yang akan memutuskan tetap lah diriku sendiri. Jika yang dominan adalah EMOSI dan NAFSU, pasti semua pendapat orang lain itu tidak akan bermakna apapun.

Ya Rabb, bimbinglah hambamu ini. Tunjukilah hamba untuk tetap berada dalam jalan Mu yang lurus. Aku berjanji pada-Mu, mulai saat ini aku hanya akan bersandar dan bergantung pada-Mu, bukan pada makhluk-Mu.

No comments: